Wednesday, June 6, 2012

The Sixth Sense Part 3


“Rea! Pergi bareng, yuk” kata Ivan seperti biasa seakan-akan tidak ada apa-apa yang terjadi semalam.
Aku memakai helm dan duduk di atas motor Ivan dia terus bercerita dengan semangat tentang olimpiade sains yang akan diikutinya hari Minggu nanti dan sangat ingin aku datang untuk melihatnya sampai aku tidak tega mengatakan bahwa hari ini adalah hari terakhirku dengannya. Aku tidak memberitahu hal ini pada siapapun bahkan keluargaku juga tidak tahu.
Hari itu aku berusaha untuk menjalani hari terakhirku dengan normal dan mengatakan sampai besok kepada teman-teman sekelasku seakan-akan besok aku akan tetap datang ke sekolah, turun dari motor Ivan dan mengucapkan selamat pagi seperti yang selalu ku lakukan.
Dan di detik-detik terakhirku aku benar-benar melindungi orang yang paling ku sayangi di dunia ini dengan semua kekuatan yang kumiliki.
Saat kami berjalan ke arah parkiran motor yang berada di seberang sekolah tiba-tiba ada sebuah truk yang melaju dengan kencang, dengan cepat aku mendorong Ivan ke parkiran yang berjarak beberapa langkah dari kami dan membiarkan diriku sendiri tertabrak oleh truk itu. Dan setelah itu aku sempat melihat tubuhku sendiri yang berlumuran darah sebelum akhirnya benar-benar pergi untuk selamanya.
***
Aku yakin di pemakaman Astrea kemarin aku yang paling kalem tapi mereka tidak tahu kalau akulah yang paling banyak mengeluarkan air mata, tapi aku yakin ibunya juga mengeluarkan air mata yang sama banyaknya, apalagi karena Astrea adalah anak tunggal, sejak kemarin saat aku berusaha untuk menolongnya meskipun aku tahu detik itu saat truk itu membuat tubuhnya terpental sejauh 5 meter saat itu juga dia pergi untuk selamanya. Aku juga yakin ini alasan kenapa dia menolakku malam itu dan aku menjadi sangat yakin saat aku membaca buku hariannya yang di berikan oleh ibunya kemarin. Di lembar terakhir itu dia menulis tentang pengakuanku malam itu, alasan penolakannya, dan juga tentang hari terakhirnya yang sudah dia ketahui sejak lama. Aku juga membaca tentang perasaannya yang sebenarnya dan menyadari halaman itu lembab karena air mata yang pastinya bukan hanya setetes. Dan tentu saja hari ini sepulang sekolah aku akan pergi ke makamnya untuk protes soal ini dan dia harus bersiap-siap karena protes ini akan panjang.
- END -

The Sixth Sense Part 2


“Rea! Astrea! Dengar nggak, sih? Dari tadi di panggil nggak nengok-nengok” teriak Ivan sambil berusaha untuk mengejarku.
“Apaan, sih? Kalau soal pulang bareng hari ini nggak bisa, kamu pulang sama yang lain aja, aku hari ini ada urusan” kataku sambil terus berjalan ke arah mobil jemputanku.
“Hari ini juga? Ini udah seminggu, lho. Jangan-jangan kamu habis lihat sesuatu tapi nggak bilang sama aku”
“Iya, aku emang lihat kalau hari ini ada 2 orang yang udah mau nembak kamu tapi nggak jadi karena kamu ngejar aku ke sini. Udah, ya. Aku pulang duluan” aku masuk ke mobil dan langsung pulang.
Selama seminggu terakhir ini aku memang minta untuk di jemput saat pulang, sebelumnya hampir setiap hari aku naik motor sama Ivan. Alhasil sekarang banyak cewek-cewek yang ngantri pengen di antar pulang sama Ivan.
Aku memang benar-benar melihat sesuatu. Kali ini aku melihat Ivan yang terkena kecelakaan jika dia bersamaku selama seminggu ini makanya aku menghindarinya. Ada untungnya juga punya kekuatan seperti ini, setidaknya aku bisa melindungi orang-orang yang penting untukku.
Sore itu Ivan datang dengan adiknya yang bernama Sherry. Dia mengantarkan oleh-oleh titipan orang tuanya yang baru pulang dari dinas di luar kota. Setelah urusannya selesai dan dengan sedikit basa basi Sherry memutuskan untuk pamit, tapi Ivan tetap tinggal dan langsung menarikku ke beranda kamarku untuk mengintrogasi.
“Kamu kenapa, sih? Kayaknya selama seminggu terakhir ini kamu menghindar dari aku. Kenapa? Ada masalah?”
Awalnya aku diam saja tapi karena Ivan terus memaksa akhirnya aku mengatakan semua yang ingin dia ketahui. Dan tentu saja dia marah karena itu.
“Cuma karena  aku sampai kamu menghindar? Kamu nggak tau gimana perasaan aku selama seminggu terakhir karena kamu nggak ada.”
“Tapi, kan kamu punya banyak teman yang lain, cewek yang ngabtri mau jadi pacar kamu juga banyak. Nggak mungkin kamu terikat sama aku selamanya, kan?” kataku datar.
“Nggak bisa, kamu udah lupa? Dulu aku bersumpah bakal ngejagain kamu nggak peduli apa kata orang. It’s always been you, you know that, right?” katanya dengan muka yang terlihat (sok) serius.
“Iya, aku tau. Tapi kalau itu berarti membahayakan diri kamu sendiri lebih baik nggak usah, aku nggak mau apa-apa terjadi sama aku soalnya aku....”  aku menghentikan kata-kataku dan mulai merasakan seluruh tubuhku menjadi panas.
“Kenapa? Kamu mau bilang sesuatu? Aku nggak punya kekuatan buat baca pikiran kamu, tapi nggak tau kenapa aku tau apa kelanjutan kata-katamu tadi. Perlu aku lanjutin sekarang?” dan kali ini wajahnya benar-benar menjadi serius. Dan sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya dia sudah menarik tubuhku dan memelukku.
“Dari awal aku udah merasa kamu itu spesial, bukan karena kelebihanmu tapi ada sesuatu yang lain yang bikin aku tertarik sama kamu. Aku nggak tau ini bener atau nggak tapi aku pikir perasaan kamu juga sama kayak aku” katanya dengan nada yang agak kaku dan terbata-bata. Tapi aku berusaha untuk mengendalikan diriku.
“Iya, kamu ada benarnya, tapi aku nggak bisa, Van” kataku pelan.
“Kenapa? Jangan bilang kamu lihat sesuatu yang jelek lagi soal kita? Nggak usah di peduliin. Apapun yang terjadi aku bakal jagain kamu”
“Seenggaknya kasih aku waktu. Please, aku butuh waktu buat mikir.” Kataku.
“Ya udah, kamu pikirin dulu, ya. Udah malam, aku pulang dulu. Sampai ketemu besok”, lalu dia berjalan keluar dari kamarku.
Setelah yakin dia sudah benar-benar sudah pulang air mataku mengalir sangat deras dan aku yakin ini pertama kalinya seperti ini. Bukan karena aku tidak suka sama dia, aku sangat menyukainya bahkan jauh sebelum bertemu dengannya aku tahu dia orang yang ditakdirkan untukku tapi sayang semuanya semua sudah terlambat. Karena aku sudah tidak bisa melihat apa yang akan terjadi lusa. Besok siang adalah penglihatan terakhirku itu artinya besok adalah hari kematianku.

The Sixth Sense Part 1


Kalian percaya dengan indera ke enam? Aku percaya, aku bahkan memiliki kelebihan spesial itu. Awalnya hanya sesekali aku bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan, tapi seiring aku bertambah dewasa biar sedang dalam keadaan sadar aku bisa melihat apa yang terjadi. Aku bahkan bisa melihat hal paling mengerikan yang akan terjadi pada diriku. Ya, itu adalah hari kematianku sendiri.
Tapi, biarpun aku bisa melihatnya aku tidak tau pasti kapan hari itu akan tiba. Aku hanya melihat apa yang terjadi saat itu di dalam pikiranku seperti sebuah film. Dan sejak kecil aku selalu mengutuk kelebihan spesial ini karena mungkin ini salah satu alasan aku tidak punya teman sama sekali.
“Eh, lihat, tuh. Lagi-lagi si cewek aneh itu sendirian lagi. Kasihan, yah. Hihihi”
“Ya iyalah dia sendirian. Habis dia, kan cewek terkutuk.”
Bisik-bisik seperti itu sudah jadi hal yang biasa, aku memang selalu memisahkan diri dari orang lain karena tidak ingin hal tidak bagus terjadi lagi padaku.
“Rea, sini nggak usah dengerin mereka.”
Aku tau siapa pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan tetangga sekaligus temanku satu-satunya, Ivan.
“Iya iya, nggak usah kamu ingatkan juga aku nggak bakalan peduliin mereka, tau” kataku cuek.
“Dasar mereka itu. Mereka nggak tau apa-apa soal kamu tapi terus-terusan ngomongin hal-hal jelek soal kamu. Nyebelin banget” kata Ivan kesal.
Karena selalu sama-sama sejak SD, Ivan sudah tau tentang keadaanku biarpun pada awalnya dia juga kurang lebih sama seperti mereka tapi seiring berjalannya waktu dia juga jadi mengerti dengan sendirinya.
“Tapi kamu bisa, ya selama ini kalem menghadapi mereka, kalau aku pasti sudah mengamuk, hahaha” kata Ivan mencoba untuk memujiku untuk kesekian kalinya tentang hal ini.
“Dari dulu kamu selalu bilang yang itu-itu aja, bosan tau” ucapku sambil berjalan meninggalkan Ivan.
Dan saat berjalan melewati koridor menuju kelas aku mendengar bisik-bisik tidak enak itu lagi.
“Ivan kasihan, ya. Dia ganteng, baik, pintar. Tapi, kok mau, ya berteman sama cewek peramal terkutuk itu?” bisik seorang anak kelas XI.
“Iya, tuh, daripada ngurusin dia, mending dia cari teman lain saja.” Timpal yang lain.
Aku tau, karena aku, Ivan juga sering kena dampaknya makanya akhir-akhir ini aku berusaha menghindarinya supaya mereka tidak bicara yang tidak-tidak lagi soal Ivan.

Tuesday, June 5, 2012

June 6 2012

Hari ini tanggal 6 Juni 2012 jam 14:09. Alasan gue nge-post hari ini selain karena tanggalnya bagus gue juga emang ada apa-apa sama tanggal 6 Juni. Tepat hari ini 5 tahun yang lalu bertepatan dengan hari dimana gue mengikuti tes masuk sebuah SMP swasta di kota gue. Gue ingat hari itu gue ikut tes sama 4 orang lain dari SD yang sama dan kebetulan salah satunya adalah love interest gue. Waktu itu gue lagi tes wawancara dan kebetulan giliran gue deketan sama dia so sambil nunggu giliran kita ngobrol di situ bareng sama 1 temennya dia. Nama gue di panggil duluan dan pas gue udah selesai nggak tau setan apa yang masuk ke gue, gue minta sama dia supaya kita nggak usah deket lagi. Dan sekitar setahunan setelah tes itu dan sekaligus setahunan jadi teman sekelasnya dia setiap tanggal 6 Juni gue jadi sering galau nggak karuan, mungkin hari itu emang awal dari kutukan 6 Juni yang gue dapat saat itu. Dan tahun ini, kutukan itu makin menjadi. Hari ini kayaknya puncak kegalauan gue. Soalnya love interest gue saat ini ada kemungkinan bakal nembak love interest dia, dan tinggallah gue disini galau to the max. Orang-orang sekitar (read : classmates gue yang setia :')) masih berusaha menghibur gue and... It work guys thanks yah Tenri,Rahma,Faiz,Nisya,Billy dkk yang udah bikin gue kuat hari ini biarpun sebenarnya sakit banget sumpah hahaha =D. Dan juga teman-teman SD gue yang setia mendengar  curhat gue biarpun diselipkan dengan sindiran yang jlebb banget but thanks Cahya dan Poppy huehuehue ;;). Dan karena hal ini gue nyadar bahwa perhatian itu bakal datang dari orang-orang tak terduga contohnya classmates gue yang biasamya cuek abis tapi hari ini care banget dan sebaliknya ornag yang gue anggap sahabat gue saat ini yang saking hinanya gue nggak tega sebut namanya lebih memilih buat memihak rival gue mungkin karena 2 "sahabat" gue ini adalah classmate dari rival gue. Oh well, life is a roller coaster after all, it has it's own up,down,and sometimes a loop, so we just have to enjoy it until the ride is over. Sorry kalo kebanyakan curhat dan frontal ini, mulai besok gue akan berusaha untuk lebih tegar menaiki roller coaster ini, dan satu pesan gue jangan gampang anggap seseorang sahabat lo bisa aja  mereka yang bakal nusuk lo dari belakang. So that's it, don't be afraid to ride this stupid coaster, keep calm and the ride has ended before you know it :)