Kalian
percaya dengan indera ke enam? Aku percaya, aku bahkan memiliki kelebihan
spesial itu. Awalnya hanya sesekali aku bisa melihat apa yang akan terjadi di
masa depan, tapi seiring aku bertambah dewasa biar sedang dalam keadaan sadar
aku bisa melihat apa yang terjadi. Aku bahkan bisa melihat hal paling
mengerikan yang akan terjadi pada diriku. Ya, itu adalah hari kematianku
sendiri.
Tapi,
biarpun aku bisa melihatnya aku tidak tau pasti kapan hari itu akan tiba. Aku
hanya melihat apa yang terjadi saat itu di dalam pikiranku seperti sebuah film.
Dan sejak kecil aku selalu mengutuk kelebihan spesial ini karena mungkin ini
salah satu alasan aku tidak punya teman sama sekali.
“Eh, lihat,
tuh. Lagi-lagi si cewek aneh itu sendirian lagi. Kasihan, yah. Hihihi”
“Ya iyalah
dia sendirian. Habis dia, kan cewek terkutuk.”
Bisik-bisik
seperti itu sudah jadi hal yang biasa, aku memang selalu memisahkan diri dari
orang lain karena tidak ingin hal tidak bagus terjadi lagi padaku.
“Rea, sini
nggak usah dengerin mereka.”
Aku tau
siapa pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan tetangga sekaligus temanku
satu-satunya, Ivan.
“Iya iya,
nggak usah kamu ingatkan juga aku nggak bakalan peduliin mereka, tau” kataku
cuek.
“Dasar
mereka itu. Mereka nggak tau apa-apa soal kamu tapi terus-terusan ngomongin
hal-hal jelek soal kamu. Nyebelin banget” kata Ivan kesal.
Karena
selalu sama-sama sejak SD, Ivan sudah tau tentang keadaanku biarpun pada
awalnya dia juga kurang lebih sama seperti mereka tapi seiring berjalannya
waktu dia juga jadi mengerti dengan sendirinya.
“Tapi kamu
bisa, ya selama ini kalem menghadapi mereka, kalau aku pasti sudah mengamuk,
hahaha” kata Ivan mencoba untuk memujiku untuk kesekian kalinya tentang hal
ini.
“Dari dulu
kamu selalu bilang yang itu-itu aja, bosan tau” ucapku sambil berjalan
meninggalkan Ivan.
Dan saat
berjalan melewati koridor menuju kelas aku mendengar bisik-bisik tidak enak itu
lagi.
“Ivan
kasihan, ya. Dia ganteng, baik, pintar. Tapi, kok mau, ya berteman sama cewek peramal
terkutuk itu?” bisik seorang anak kelas XI.
“Iya, tuh,
daripada ngurusin dia, mending dia cari teman lain saja.” Timpal yang lain.
Aku tau,
karena aku, Ivan juga sering kena dampaknya makanya akhir-akhir ini aku
berusaha menghindarinya supaya mereka tidak bicara yang tidak-tidak lagi soal
Ivan.
No comments:
Post a Comment