Wednesday, August 8, 2012
Everlasting Partner part 2
Selama 3 bulan selanjutnya aku menjalani hari-hariku seperti biasa, berteman di sekolah, mengikuti kursus di rumah dan melakukan persiapan untuk pertunanganku dengan Zero. Tepat sehari sebelum ulang tahunnya kami memutuskan untuk pergi ke taman lagi sementara para orang dewasa membicarakan soal acara besok, malam itu kami duduk di bangku yang sama dengan saat pertama kali kami melakukan ini, entah sejak kapan bangku ini sudah menjadi tempat favorit kami.
“Hari ini juga bintangnya keren, ya, sama kayak waktu itu” katanya.
“Iya, eh, besok udah harinya, ya” kataku mulai membahas soal besok yang jujur saja bikin aku nggak tenang.
“Hahaha… iya, ya, mulai besok kamu benar-benar jadi punyaku, ya” kata Zero sambil tertawa.
“Punyamu? Emangnya aku barang, gitu? Udah, ah, aku masuk aja” kataku pura-pura marah.
Saat aku berjalan beberapa langkah Zero berdiri dan mengejarku, lalu dia memelukku dari belakang.
“Ngambek, nih ceritanya? Nggak lucu, ah, kalau kamu nggak berhenti ngambek aku nggak lepasin, nih” katanya dengan nada mengancam.
“Nggaklah cuma bercanda tahu, oh, iya, besok kita tetap pulang bareng, kan?” tanyaku.
“Iya, ya. Jam setengah 3 tunggu aku di tempat biasa, ya” katanya lalu dia membalik badanku lalu mencium jidatku.
“Masuk, yuk udah malam, nih” katanya lalu menggandeng tanganku sambil berjalan masuk ke dalam rumah, sama seperti waktu itu.
Tapi siapa sangka, itu adalah terakhir kalinya aku bisa melihat Zero.
***
Tepat jam setengah 3 aku menunggu Zero di tempat kami biasa janjian, tapi bukannya Zero yang kutemukan malah mama yang menyuruhku masuk ke mobil dan mengajakku ke suatu tempat. Saat aku ingin bertanya dimana Zero aku mengurungkan niatku karena ku lihat muka mama sangat serius jadi aku memilih diam.
Kami lalu sampai di sebuah rumah sakit dan berjalan kea rah unit gawat darurat di sana sudah ada mama Zero yang mukanya sudah basah karena air mata satu-satunya hal yang bias ku dengar keluar dari mulutnya adalah “Dia sudah tidak ada”
***
Besoknya di adakan pemakaman Zero, di sana ada keluarga dan teman-teman Zero dan juga rekan kerja orang tua Zero, hampir semua orang yang ada di sana menangis, sepertinya hanya aku yang tidak punya ekspresi apapun di mukaku saat ini.
Setelah orang-orang mulai pergi aku tetap tinggal di sana, menangis sampai aku sudah tidak merasakan apapun di sekitarku.
‘Bego, tunangan macam apa yang pergi pas di hari pertunangannya sendiri, tapi kamu tahu nggak? Aku nggak akan pernah berusaha mencari orang lain karena kamu satu-satunya partner-ku di dunia ini. Bye bye Zero” kataku lalu berjalan pergi dari tempat itu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment