Monday, November 26, 2012

Pertemuan Terakhir (alternate version)



Namanya Andy, dia baru saja menginjak usia 18 tahun, dia memiliki seorang kekasih bernama Annet yang berusia setahun lebih muda darinya. Mereka bersekolah di sekolah yang berbeda, tetapi di luar jam sekolah mereka selalu bersama, apalagi rumah mereka berdekatan jadi mereka lebih mudah untuk bertemu di luar jam sekolah. Tapi suatu hari mereka bertengkar hanya karena sedikit salah paham hari itu.
“Net, maaf ya, hari ini aku tidak bisa mengantar dan menjemput kamu hari ini” kata Andy melalui telepon pagi itu.
“Iya, tidak apa-apa , aku bisa minta tolong mamaku, kok” jawab Annt.
Hari itu, Andy sibuk mengurusi sepupunya yang baru dating dari luar kota dan ingin melanjutkan sekolahnya di kota ini. Sore itu, Andy pergi ke sebuah mall dengan sepupunya itu, tapi tanpa di sangka, Annet juga ada di sana bersama teman-temannya, Andy melihat Annet dan baru saja berniat untuk memanggil Annet, tetapi Annet sudah pergi dan Andy mengejarnya.
“Annet, tunggu dulu! Aku akan jelaskan semuanya!” kata Andy, tapi Annet terus berjalan dengan cepat dan meninggalkan Andy yang masih terus memanggil namanya.
Keesokan harinya, Andy mengajak Annet untuk bicara dengannya dan juga untuk memperkenalkan sepupunya kepada Annet, setelah satu jam menunggu akhirnya Annet dating juga.
“Net, akhirnya kamu dating juga, kenalin ini sepupu aku yang kamu lihat kemarin namanya Shila, dia baru pindah ke sini kemarin” jelas Andy, lalu Annet dan Shila bersalaman dan memperkenalkan diri mereka masing-masing, lalu Andy dan Annet akhirnya berbaikan.
Suatu hari, Annet mengajak Andy untuk bertemu dengannya, tapi karena ada urusan Andy datang agak terlambat dan betapa terkejutnya dia saat dia menemukan Annet yang sudah pingsan dengan darah yang terus mengalir dari hidungnya, tanpa pikir panjang Andy membawa Annet ke rumah sakit.
Sete;ah setengah jam, mama Annet dating, lalu Andy berpamitan untuk pulang, tapi tak di sangka Andy mengalami kecelakaan yang membuatnya buta, padahal dia sudah berjanji untuk menemani Annet di rumah sakit keesokan harinya.
Keesokan paginya, mama Annet member tahu Annet yang baru saja sadar bahwa Andy kecelakaan dan di rawat di rumah sakit yang sama dengan Annet.
“Yang benar, ma?” kata Annet tidak percaya. Padahal seandainya Andy datang menjaga Annet hari ini, dia ingin mengaku padanya kalau sebetulnya dia mengidap kanker otak yang menyebabkannya sering mimisan dan pingsan akhir-akhir ini.
“Ma, Annet mau di operasi secepatnya biarpun kemungkinannya tipis. Tapi Annet ada permintaan, kalau memang operasinya gagal, Annet mau mama kasih mataku ke Andy biar dia bisa melihat lagi” pinta Annet.
Mama Annet mendengarkan permintaan anaknya itu dan menyanggupinya, tapi setelah itu keadaan Annet memburuk jadi dia harus di operasi saat itu juga, tapi saying Tuhan berkehendak lain, operasinya gagal dan Annet meninggal.
Sehari setelah kepergian Annet, Andy yang baru sadar merasa aneh karena dia bisa melihat lagi, tapi dokter menjelaskan padanya bahwa Annet memberikan matanya untuk Andy dan dia bersumpah akan menjaga mata yang diberikan Annet untuknya itu dengan baik, karena biarpun Annet sudah tidak ada tapi masih ada bagian diri Annet yang dimilikinya.

Author's Note 2

Soooo gue abis dapet tugas buat bikin cerpen, dan idenya gue dapet dari cerita yang di post Annet di blog dia beberapa bulan lalu, atas permintaan dia gue ada rencana buat nge-post cerita itu di sini, biarpun jujur aja, ya, ceritanya terkesan ngasal dan dikebut tapi karena dia penasaran ya udah bakal gue post, suka ga suka terima aja ya :D

Friday, November 16, 2012

Traveler of The Time part 3



Saat kembali ke waktuku aku kembali ke kelasku yang sudah kosong untuk mengambil tasku, lalu ke asrama, di depan pintuku sudah ada Lea dan Annet yang menungguku dengan muka kesal dan juga khawatir, pasti karena aku pergi tanpa memberi tahu mereka.
“Kamu dari mana? Tadi aku cariin kamu di kelas tapi yang ada cuma tas kamu, aku tanya Rei kamu ke mana dia juga nggak tahu, kita kepikiran sama kamu tahu” kata Annet.
“Kita nyadar kita salah, ninggalin kamu sendirian kayak gitu, tapi bukan berarti kamu harus kayak gini, kan? Seenggaknya telpon kek, SMS kek, terserah, asal jangan bikin kita khawatir soal kamu” timpal Lea.
“Aku... “ baru saja aku mau menjawab mereka, handphone-ku bergetar, saat ku keluarkan benda itu dari kantongku, setelah melihat SMS yang baru di kirimkan untukku itu entah kenapa aku langsung tersenyum.
“Nanti aja jelasinnya, aku lupa udah ada janji penting hari ini, nih ambil kunci kamarku, sekalian simpenin tasku, ya”kataku lalu berlari turun ke luar asrama menuju “tempat itu”.
Aku mencari dia di antara banyak murid lain yang memenuhi kantin sore itu, dan menemukannya di kursi yang terletak di tengah kantin, dia lalu berdiri menghampiriku dan menarikku keluar ke tempat yang lebih sepi.
“Kenapa? Ada apa hari ini kamu memutuskan untuk bicara denganku?” tanyaku setenang mungkin setelah 5 menit tidak seorangpun dari kami yang bicara, biarpun aku cukup panik juga karena aku tahu apa yang ingin dia bicarakan hari ini.
Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah memelukku erat, lalu dia berbisik di kupingku.
“Maaf, nggak seharusnya aku bertingkah kayak gini, selalu cari ribut sama kamu, berusaha untuk menang dalam hal apapun dari kamu, tapi itu semua aku lakukan supaya aku bisa masuk dalam pandangan matamu biarpun cuma sedikit” dia membisikkan kata-kata itu dengan begitu pelan dan lembut sangat berbeda dengan dia yang ku kenal selama 10 tahun terakhir ini.
“Aku nggak tahu ini benar atau nggak, tapi aku rasa aku suka sama kamu, aku bukan baru menyadarinya sekarang, aku menyadarinya sejak dulu, tapi aku acuhkan perasaan itu karena aku tahu kamu akan menolakku, tapi semakin lama semakin banyak orang yang mendekatimu, aku nggak suka, makanya hari ini aku memutuskan untuk mengatakan semuanya, nggak kamu jawab juga nggak apa-apa, keputusan tetap di kamu, biarpun aku tetap berharap kamu mau jadi pacarku” lanjutnya lagi, lalu aku balas memeluknya juga.
“Kamu mau tahu alasan kenapa aku ladenin semua ejekan dan tantangan kamu selama ini?” tanyaku balik berbisik kepadanya, “Itu juga karena aku suka sama kamu, dan kamu tahu, nggak? Kalau aku punya kekuatan untuk bisa menjelajahi waktu?” tanyaku.
Dia menggeleng.
“Tadi, setelah kamu menahanku di kelas, aku pergi untuk melihat masa depanku 3 tahun dari sekarang, dan kamu tahu? Aku melihat aku dan kamu sudah menjadi kita” kataku sambil tersenyum.
“Maksud kamu?” tanyanya tidak mengerti.
“Itu artinya, kalau sampai bisa selama itu artinya kita akan baik-baik saja dan bisa bertahan lebih dari itu, dan artinya aku nggak keberatan pacaran sama kamu. Lagian...” kataku menggantung kata-kataku.
“Lagian apa?” tanya Rei penasaran.
Aku membisikkan jawabanku lalu lari kembali ke asramaku untuk menceritakan ini semua ke Annet dan Lea.
Mau tahu apa yang ku bisikkan ke dia?
“Lagian aku juga suka sama kamu, selama ini sifat galakku itu cuma sekedar buat nutupin perasaan aku biar kamu nggak tahu hehehe....”
Dan bukan hanya 3 tahun dari sekarang, aku yakin saat aku mengunjungi masa depan nanti entah itu 10, 20, atau bahkan 50 tahun setelah ini, kamu akan selalu bersamaku.

THE END

Traveler of The Time part 2



Istirahat siang ini, aku sendirian di kelas, nggak benar-benar sendirian, sih ada beberapa orang di kelas dan Rei adalah salah satu dari orang-orang itu, aku membaca novel yang baru kubeli beberapa hari yang lalu sambil mendengarkan lagu dari mp3 player-ku. Kedua sahabatku sedang sibuk dengan pacar mereka, pacar Annet namanya Choky, anak kelas 3 dan wakil ketua OSIS SMA kami, dan pacar Lea namanya Valkrye, alumni sekolah ini yang sekarang sudah kuliah di luar kota, intinya disini tinggal aku sendiri yang single.
Karena penasaran dengan kata-kata Lea beberapa hari yang lalu, dan nggak ada kerjaan, belum lagi kenyataan kalau setelah ini adalah free class aku memutuskan untuk pergi ke masa depan dan melihat siapa pacarku, dan kalau biasanya aku kasih tahu mereka berdua sebelum aku pergi, kali ini berbeda, aku akan langsung pergi dan kalau ada apa-apa baru aku akan menceritakannya nanti pada mereka.
“Kamu mau kemana?” tanya Rei sambil memegang tanganku.
“Kenapa kamu mau tahu? Kamu bukan siapa-siapa aku” kataku sinis lalu menepis tangannya.
“Terserah kamu mau bilang apa, tapi pokoknya hari ini juga pulang sekolah aku mau ngomong sama kamu” katanya sambil menunduk dan dengan suara yang lebih kecil dari sebelumnya.
“Ya udah nanti pulang sekolah kamu bisa ngomong sama aku, tapi sekarang kamu lepasin aku dulu, aku ada urusan” kataku, lalu meninggalkan Rei sendirian di sana.
Aku lalu pergi untuk mencari tempat dimana tidak ada orang yang bisa melihatku, aku menutup mataku, memfokuskan pikiran dan saat aku kembali membuka mataku aku sudah berada di masa depan. Dari mana aku tahu? Karena sekarang aku sudah berada di luar sekolah, dan sekelilingku berubah, yang perlu aku ketahui sekarang adalah di tahun berapa aku berada sekarang?
Tepat saat aku melewati sebuah toko elektronik, TV yang mereka pajang sedang menayangkan acara berita yang sangat ku butuhkan saat ini.
“Selamat sore pemirsa, kembali lagi bersama kami hari ini, Senin 7 Juli 2014”
“Jadi kali ini aku pergi ke masa 3 tahun mendatang, dan kenapa bisa tepat di hari ulang tahunku? Ada apa dengan hari ini?” pikirku.
Aku memperhatikan sekelilingku dan berjalan beberapa meter sampai akhirnya aku menemukan diriku yang di waktu ini berumur 19 tahun sedang berjalan sendirian, dan dengan susah payah membawa setumpuk map yang sepertinya adalah tugas kuliahnya, lalu ku lihat dia memasuki sebuah cafe, aku lalu mengikutinya masuk ke cafe itu.
Dia lalu menduduki sebuah kursi kosong untuk empat orang yang berada di pojok ruangan lalu aku duduk di kursi yang terletak pas di belakangnya, sepertinya dia ada janji dengan seseorang di sini, setelah memesan sesuatu ke pelayan yang menghampiri mejaku aku terus memperhatikan aku yang satu lagi yang sedang sibuk dengan map yang di bawanya tadi.
“Eh, Vega, udah lama nunggunya? Sorry, tadi kerjaanku banyak banget, jadinya telat, deh” kata seseorang yang datang menghampiri mejaku yang satu lagi.
“Nggak kok, Net, aku juga baru sampai, kok. Biasa urusan kampus sama kerjaan juga, padahal, kan aku yang manggil kalian ke sini” katanya.
“Aku juga gitu kali, tapi kamu hebat, deh sambil kuliah sambil kerja sampingan di majalah itu pasti sibuk banget” kata orang yang sepertinya adalah Annet itu.
“Nggak juga, kali. Eh, ngomong-ngomong Lea mana, nih? Lama amat sampainya, masa dia nyasar, sih? Nggak lucu, ah kita kan sering ke sini masa dia masih nyasar, sih?” kataku yang satu lagi sambil meminum oreo shake yang baru di antarkan oleh pelayan.
“Nggak tahu, deh, paling sibuk pacaran sampai lupa sama kita, oh, iya happy birthday Vega! Ciyeeeee yang tambah tua, terus gimana kamu sama dia? Dia udah ngucapin happy birthday ke kamu? Dapat kado apa dari dia?” tanya Annet bertubi-tubi.
“Nyantai aja kali tanyanya satu-satu, nggak sabaran amat” kataku yang satu lagi, saat dia baru mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan Annet pintu cafe terbuka dan orang yang baru masuk itu langsung mengarah ke meja yang di tempati aku yang satu lagi dan Annet dan langsung heboh, kalau yang satu ini aku tahu, orang ini pasti Lea.
“Vegaaaaa happy birthday! Hari ini aku boleh pesen apa aja, kan? Kan kamu ulang tahun, tadi kan baru gajian juga, jadi boleh, ya?” kata Lea sambil memeluk aku yang satu lagi.
“Terserah kamu lah, Le” jawabku yang satu lagi.
“Vega kamu belom jawab pertanyaanku yang tadi” kata Annet tidak sabaran.
“Apaan? Ikutan dong” kata Lea yang sudah duduk di kursi sebelah Annet.
“Iya dia udah bilang kok, tadi pas jam 12 malam dia ngebangunin aku lewat telpon, nyanyi lagu Happy Birthday To You, tapi belom kasih kado apa-apa habis seharian belom ketemu, terus....” katanya menggantung kata-katanya.
“Apaan? Terus apa? Bilang dong, ingat nggak boleh ada rahasia-rahasiaan di antara kita” kata Annet mengingatkan.
“Dia bilang dia sayang sama aku” kata aku yang satu lagi dengan suara yang kecil tapi tetap bisa kudengar karena aku duduk di belakangnya.
“Perasaan setiap hari nggak pagi, siang, malam dia selalu bilang ke kamu kalau dia sayang, deh sama kamu, lagian kalian udah 3 tahun pacaran,  masa kamu tetap nggak terbiasa dengar dia bilang sayang sama kamu. ” kata Lea yang langsung bisa menyesuaikan diri dalam pembicaraan ini, “Terus sekarang dianya mana?”
“Dia masih sibuk di kampus, tapi katanya dia bakal usahain buat ke sini, kok” jawab aku yang satu lagi.
“3 tahun? Artinya aku mendapatkan pacarku sekitar waktu asalku, tapi siapa?” pikirku.
“Eh, iya kalian sendiri gimana dengan pacar kalian? Apalagi kamu Lea, lagi nggak ngambek, kan sama Valkrye?” tanyaku yang satu lagi.
“Untuk saat ini, sih iya lagi adem adem aja, tadi dia, kok yang nganterin aku ke sini” kata Lea sambil senyum-senyum genit, “Kamu gimana, Net?”
“Nggak tahu, nih. Choky sibuk terus, terakhir ketemu bulan lalu, telpon cuma sekali-sekali, tapi SMS masih setiap hari, sih” jawab Annet dengan muka cemberut.
Lalu pintu cafe terbuka lagi, dan kali ini aku sangat kaget. “Orang itu.... masa, sih? Yang bener aja!” teriakku dalam hati.
“Sorry telat, dosennya nyebelin banget masa pulanginnya sampai ngaret 30 menit, sih” kata orang yang baru datang itu lalu duduk di sebelah aku yang satunya lagi, satu-satunya kursi kosong di situ.
“Nggak apa-apa kali, Rei. Kita juga tadi datengnya pada ngaret, kok hehehe...” kataku yang satu lagi.
“Tuh, kan. Benar dia... artinya di waktu asalku dalam waktu dekat dia akan...” pikirku, “Mungkin sebaiknya aku tinggal beberapa lama lagi baru pulang ke waktuku”


“Oh, iya happy birthday, ya cerewet, nih ambil kadonya” kata Rei sambil mencubit pipiku yang satu lagi lalu menaruh sebuah kotak di pangkuannya.
“Ih, apaan, sih, bego. Kamu juga happy birthday, ya” balas aku yang satu lagi sambil tersenyum, dia terlihat sangat senang.
“Ehem, misi mas, mbak, di sini ada orang lain juga, jadi jangan menganggap dunia ini isinya cuma kalian aja” kata Lea mengganggu mereka dan membuat mereka berempat tertawa.
“Sorry, jadi keasyikan, nih, hehehe... Kadonya boleh ku buka?” kataku yang satu lagi.
“Terserah, suka nggak suka, pokoknya nggak boleh di balikin” kata Rei dengan cueknya, sama sekali tidak berubah.
Aku melirik ke belakang untuk melihat kado apa yang di berikan Rei untukku yang satu lagi, dan sangat kaget saat melihatnya.
“Heh? Seriusan, nih? Terus? Terus? Cuma ini aja?” tanyaku yang satu lagi.
“Apaan? Kamu berharap aku berlutut di depan kamu terus ngasih kamu cincin ini sambil ngucapin kata-kata romantis terus ngelamar kamu, gitu? Kuliah kamu gimana cerewet?” kata Rei yang sekarang mukanya sudah merah karena malu.
“Nggak, sih, mungkin iya sedikit, tapi apa nggak kecepetan ngasih ini?” tanyaku yang satu lagi.
“Nggak, lah, itu buat tanda kalau kamu udah “reserved”, dan kalau nanti udah sampai waktunya, kamu terima, ya, tapi jangan berharap aku bakal ngucapin kata-kata gombal kayak di film-film, okay?”kata Rei sambil mengacak-acak rambutku yang satu lagi.
“Ciyeeee.... asik nih, ye, kalau udah sampai waktunya kita berdua harus yang paling pertama dapat undangan, dong, iya kan?” kata Lea.
“Pastilah, lagian kalau dulu kita nggak bikin Vega nyadar sama perasaannya sendiri, pasti sekarang bakal beda ceritanya” timpal Annet.
Dan lagi-lagi mereka berempat tertawa, membuat cafe ini menjadi tambah ramai, beberapa pasang mata dari meja lain bahkan sempat terlihat bingung melihat mereka.
“Sepertinya aku sudah cukup melihat ini semua” pikirku, aku lalu membayar pesananku di kasir, keluar dari cafe lalu, kembali memfokuskan pikiranku dan pulang ke waktuku.

Traveler of The Time part 1



Setiap orang baru akan menyesali perbuatannya di saat semuanya sudah terlambat dan terus berharap mereka memiliki mesin waktu atau kekuatan untuk memutar balik waktu, tapi aku bukan salah satu dari orang-orang itu, karena tanpa di mintapun aku memiliki sebuah kekuatan untuk bisa pergi menjelajahi waktu dan membuatku bisa memperbaiki kesalahanku di masa lalu dan menghindari kejadian buruk yang akan menimpaku di masa depan.
Namaku Vega Asteria, umurku 16 tahun, aku seorang siswi kelas 2 SMA di sebuah sekolah swasta bernama Rocketport Academy yang terdiri dari TK sampai perguruan tinggi yang mengharuskan muridnya untuk tinggal di asrama. Orang tuaku sibuk bekerja di luar negeri dan aku sangat jarang bertemu dengan mereka, berbeda dengan anak-anak asrama lain yang akan pulang ke rumah mereka setiap akhir pekan atau saat liburan panjang, aku biasanya tetap tinggal di asrama, kenapa? Karena biar pulang ke rumah juga tidak akan ada siapa-siapa di sana.
Tapi aku tidak pernah merasa kesepian, aku punya banyak teman di sini, dan aku tidak pernah merindukan orang tuaku, karena dengan kekuatanku, aku tahu kapan mereka akan kembali meskipun mereka tidak mengabariku sebelumnya dan saat itulah baru kukeluarkan rasa rinduku pada mereka.
Di sekolah ini aku punya dua orang sahabat yang selalu bersamaku sejak pertama kali masuk ke sekolah ini yaitu Anneta Diandra Letya atau Annet dan Aurelia Leandra Raina atau Lea. Aku juga punya mu... eh salah, lebih tepatnya rivalku, sih, namanya Raymond Altaire atau yang biasa di panggil Rei, dia juga selalu sekelas denganku sejak SD dulu bahkan setelah ada penjurusan di SMA kami tetap saja sekelas, kami selalu bersaing dalam hal apapun, akademik dan non akademik, bahkan kami sering bertanding main game sampai tengah malam saat akhir pekan, orang-orang di sekitar kami bahkan banyak yang mengira kami pacaran yang tentu saja kami bantah,
“Nggak mungkin aku mau pacaran sama orang kayak dia!”, kata-kata itulah yang selalu keluar dari mulut kami setiap kali ada yang menanyakan apakah aku pacaran dengan Rei atau tidak.
Kembali lagi membahas kekuatan “spesial”ku yang hanya di ketahui olehku dan dua sahabatku, saat sedang tidak ada kerjaan aku akan melakukan perjalanan ke masa depan, melihat kapan orang tuaku akan kembali, lalu menandainya di kalender, dan saat hari yang di tentukan tiba aku akan pulang ke rumahku dan tinggal bersama orang tuaku dan saat mereka pergi lagi aku akan kembali ke asrama atau terkadang aku melihat soal-soal yang akan di keluarkan saat ulangan supaya aku bisa tahu pasti apa yang harus ku pelajari, atau kembali ke masa lalu untuk mengingatkan diriku sendiri kalau aku melupakan sesuatu.
“Kenapa, sih kamu nggak pernah coba buat ngeliat siapa pacar kamu di masa depan nanti? Emang kamu nggak pernah penasaran?” tanya Lea suatu hari saat kami sedang berkumpul di kamarku.
“Yeee.... biar nggak pergi lihat kita yang nggak punya kelebihan gitu juga bisa tahu, kali, gimana, sih” kata Annet sambil menyikut Lea.
“Maksud kalian?” tanyaku berlagak sok bego.
“Itu tuh, yang di kelas duduknya pas di belakang kamu siapa lagi namanya?” kata Lea yang terlihat sok-sok mengingat orang yang dia maksud.
“Oh, dia... yang huruf depannya R itu, kan? Siapa lagi namanya?” kata Annet.
“Kalau mau frontal mending jangan disini, pulang sana, nanti pacar kalian pada nyariin lagi” kataku jutek.
“Ciyeeee... ngambek, mau di bujukin nggak?” goda Lea.
“Aku punya, nih nomornya, mau aku telponin? Atau perlu aku lari ke asrama cowok sekarang dan nyeret dia dari depan game-nya?” kata Annet sambil mengeluarkan handphone-nya.
Sedetik setelah itu mereka sudah ku usir keluar dari kamarku.