Istirahat siang
ini, aku sendirian di kelas, nggak benar-benar sendirian, sih ada beberapa
orang di kelas dan Rei adalah salah satu dari orang-orang itu, aku membaca
novel yang baru kubeli beberapa hari yang lalu sambil mendengarkan lagu dari
mp3 player-ku. Kedua sahabatku sedang sibuk dengan pacar mereka, pacar Annet
namanya Choky, anak kelas 3 dan wakil ketua OSIS SMA kami, dan pacar Lea
namanya Valkrye, alumni sekolah ini yang sekarang sudah kuliah di luar kota,
intinya disini tinggal aku sendiri yang single.
Karena
penasaran dengan kata-kata Lea beberapa hari yang lalu, dan nggak ada kerjaan,
belum lagi kenyataan kalau setelah ini adalah free class aku memutuskan untuk
pergi ke masa depan dan melihat siapa pacarku, dan kalau biasanya aku kasih
tahu mereka berdua sebelum aku pergi, kali ini berbeda, aku akan langsung pergi
dan kalau ada apa-apa baru aku akan menceritakannya nanti pada mereka.
“Kamu mau
kemana?” tanya Rei sambil memegang tanganku.
“Kenapa
kamu mau tahu? Kamu bukan siapa-siapa aku” kataku sinis lalu menepis tangannya.
“Terserah
kamu mau bilang apa, tapi pokoknya hari ini juga pulang sekolah aku mau ngomong
sama kamu” katanya sambil menunduk dan dengan suara yang lebih kecil dari
sebelumnya.
“Ya udah
nanti pulang sekolah kamu bisa ngomong sama aku, tapi sekarang kamu lepasin aku
dulu, aku ada urusan” kataku, lalu meninggalkan Rei sendirian di sana.
Aku lalu
pergi untuk mencari tempat dimana tidak ada orang yang bisa melihatku, aku menutup
mataku, memfokuskan pikiran dan saat aku kembali membuka mataku aku sudah
berada di masa depan. Dari mana aku tahu? Karena sekarang aku sudah berada di
luar sekolah, dan sekelilingku berubah, yang perlu aku ketahui sekarang adalah
di tahun berapa aku berada sekarang?
Tepat saat
aku melewati sebuah toko elektronik, TV yang mereka pajang sedang menayangkan acara
berita yang sangat ku butuhkan saat ini.
“Selamat
sore pemirsa, kembali lagi bersama kami hari ini, Senin 7 Juli 2014”
“Jadi kali
ini aku pergi ke masa 3 tahun mendatang, dan kenapa bisa tepat di hari ulang
tahunku? Ada apa dengan hari ini?” pikirku.
Aku
memperhatikan sekelilingku dan berjalan beberapa meter sampai akhirnya aku
menemukan diriku yang di waktu ini berumur 19 tahun sedang berjalan sendirian,
dan dengan susah payah membawa setumpuk map yang sepertinya adalah tugas
kuliahnya, lalu ku lihat dia memasuki sebuah cafe, aku lalu mengikutinya masuk
ke cafe itu.
Dia lalu
menduduki sebuah kursi kosong untuk empat orang yang berada di pojok ruangan
lalu aku duduk di kursi yang terletak pas di belakangnya, sepertinya dia ada
janji dengan seseorang di sini, setelah memesan sesuatu ke pelayan yang
menghampiri mejaku aku terus memperhatikan aku yang satu lagi yang sedang sibuk
dengan map yang di bawanya tadi.
“Eh, Vega,
udah lama nunggunya? Sorry, tadi kerjaanku banyak banget, jadinya telat, deh”
kata seseorang yang datang menghampiri mejaku yang satu lagi.
“Nggak kok,
Net, aku juga baru sampai, kok. Biasa urusan kampus sama kerjaan juga, padahal,
kan aku yang manggil kalian ke sini” katanya.
“Aku juga
gitu kali, tapi kamu hebat, deh sambil kuliah sambil kerja sampingan di majalah
itu pasti sibuk banget” kata orang yang sepertinya adalah Annet itu.
“Nggak
juga, kali. Eh, ngomong-ngomong Lea mana, nih? Lama amat sampainya, masa dia
nyasar, sih? Nggak lucu, ah kita kan sering ke sini masa dia masih nyasar, sih?”
kataku yang satu lagi sambil meminum oreo shake yang baru di antarkan oleh
pelayan.
“Nggak tahu,
deh, paling sibuk pacaran sampai lupa sama kita, oh, iya happy birthday Vega! Ciyeeeee
yang tambah tua, terus gimana kamu sama dia? Dia udah ngucapin happy birthday
ke kamu? Dapat kado apa dari dia?” tanya Annet bertubi-tubi.
“Nyantai
aja kali tanyanya satu-satu, nggak sabaran amat” kataku yang satu lagi, saat
dia baru mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan Annet pintu cafe terbuka dan
orang yang baru masuk itu langsung mengarah ke meja yang di tempati aku yang
satu lagi dan Annet dan langsung heboh, kalau yang satu ini aku tahu, orang ini
pasti Lea.
“Vegaaaaa
happy birthday! Hari ini aku boleh pesen apa aja, kan? Kan kamu ulang tahun,
tadi kan baru gajian juga, jadi boleh, ya?” kata Lea sambil memeluk aku yang
satu lagi.
“Terserah
kamu lah, Le” jawabku yang satu lagi.
“Vega kamu
belom jawab pertanyaanku yang tadi” kata Annet tidak sabaran.
“Apaan? Ikutan
dong” kata Lea yang sudah duduk di kursi sebelah Annet.
“Iya dia
udah bilang kok, tadi pas jam 12 malam dia ngebangunin aku lewat telpon, nyanyi
lagu Happy Birthday To You, tapi belom kasih kado apa-apa habis seharian belom
ketemu, terus....” katanya menggantung kata-katanya.
“Apaan? Terus
apa? Bilang dong, ingat nggak boleh ada rahasia-rahasiaan di antara kita” kata
Annet mengingatkan.
“Dia bilang
dia sayang sama aku” kata aku yang satu lagi dengan suara yang kecil tapi tetap
bisa kudengar karena aku duduk di belakangnya.
“Perasaan
setiap hari nggak pagi, siang, malam dia selalu bilang ke kamu kalau dia
sayang, deh sama kamu, lagian kalian udah 3 tahun pacaran, masa kamu tetap nggak terbiasa dengar dia
bilang sayang sama kamu. ” kata Lea yang langsung bisa menyesuaikan diri dalam
pembicaraan ini, “Terus sekarang dianya mana?”
“Dia masih
sibuk di kampus, tapi katanya dia bakal usahain buat ke sini, kok” jawab aku
yang satu lagi.
“3 tahun?
Artinya aku mendapatkan pacarku sekitar waktu asalku, tapi siapa?” pikirku.
“Eh, iya
kalian sendiri gimana dengan pacar kalian? Apalagi kamu Lea, lagi nggak
ngambek, kan sama Valkrye?” tanyaku yang satu lagi.
“Untuk saat
ini, sih iya lagi adem adem aja, tadi dia, kok yang nganterin aku ke sini” kata
Lea sambil senyum-senyum genit, “Kamu gimana, Net?”
“Nggak
tahu, nih. Choky sibuk terus, terakhir ketemu bulan lalu, telpon cuma
sekali-sekali, tapi SMS masih setiap hari, sih” jawab Annet dengan muka
cemberut.
Lalu pintu
cafe terbuka lagi, dan kali ini aku sangat kaget. “Orang itu.... masa, sih? Yang
bener aja!” teriakku dalam hati.
“Sorry
telat, dosennya nyebelin banget masa pulanginnya sampai ngaret 30 menit, sih”
kata orang yang baru datang itu lalu duduk di sebelah aku yang satunya lagi,
satu-satunya kursi kosong di situ.
“Nggak
apa-apa kali, Rei. Kita juga tadi datengnya pada ngaret, kok hehehe...” kataku
yang satu lagi.
“Tuh, kan. Benar
dia... artinya di waktu asalku dalam waktu dekat dia akan...” pikirku, “Mungkin
sebaiknya aku tinggal beberapa lama lagi baru pulang ke waktuku”
“Oh, iya
happy birthday, ya cerewet, nih ambil kadonya” kata Rei sambil mencubit pipiku
yang satu lagi lalu menaruh sebuah kotak di pangkuannya.
“Ih, apaan,
sih, bego. Kamu juga happy birthday, ya” balas aku yang satu lagi sambil
tersenyum, dia terlihat sangat senang.
“Ehem, misi
mas, mbak, di sini ada orang lain juga, jadi jangan menganggap dunia ini isinya
cuma kalian aja” kata Lea mengganggu mereka dan membuat mereka berempat
tertawa.
“Sorry,
jadi keasyikan, nih, hehehe... Kadonya boleh ku buka?” kataku yang satu lagi.
“Terserah,
suka nggak suka, pokoknya nggak boleh di balikin” kata Rei dengan cueknya, sama
sekali tidak berubah.
Aku melirik
ke belakang untuk melihat kado apa yang di berikan Rei untukku yang satu lagi,
dan sangat kaget saat melihatnya.
“Heh? Seriusan,
nih? Terus? Terus? Cuma ini aja?” tanyaku yang satu lagi.
“Apaan? Kamu
berharap aku berlutut di depan kamu terus ngasih kamu cincin ini sambil
ngucapin kata-kata romantis terus ngelamar kamu, gitu? Kuliah kamu gimana
cerewet?” kata Rei yang sekarang mukanya sudah merah karena malu.
“Nggak,
sih, mungkin iya sedikit, tapi apa nggak kecepetan ngasih ini?” tanyaku yang
satu lagi.
“Nggak,
lah, itu buat tanda kalau kamu udah “reserved”, dan kalau nanti udah sampai
waktunya, kamu terima, ya, tapi jangan berharap aku bakal ngucapin kata-kata
gombal kayak di film-film, okay?”kata Rei sambil mengacak-acak rambutku yang
satu lagi.
“Ciyeeee....
asik nih, ye, kalau udah sampai waktunya kita berdua harus yang paling pertama
dapat undangan, dong, iya kan?” kata Lea.
“Pastilah,
lagian kalau dulu kita nggak bikin Vega nyadar sama perasaannya sendiri, pasti
sekarang bakal beda ceritanya” timpal Annet.
Dan
lagi-lagi mereka berempat tertawa, membuat cafe ini menjadi tambah ramai,
beberapa pasang mata dari meja lain bahkan sempat terlihat bingung melihat
mereka.
“Sepertinya
aku sudah cukup melihat ini semua” pikirku, aku lalu membayar pesananku di
kasir, keluar dari cafe lalu, kembali memfokuskan pikiranku dan pulang ke
waktuku.