Friday, November 16, 2012

Traveler of The Time part 2



Istirahat siang ini, aku sendirian di kelas, nggak benar-benar sendirian, sih ada beberapa orang di kelas dan Rei adalah salah satu dari orang-orang itu, aku membaca novel yang baru kubeli beberapa hari yang lalu sambil mendengarkan lagu dari mp3 player-ku. Kedua sahabatku sedang sibuk dengan pacar mereka, pacar Annet namanya Choky, anak kelas 3 dan wakil ketua OSIS SMA kami, dan pacar Lea namanya Valkrye, alumni sekolah ini yang sekarang sudah kuliah di luar kota, intinya disini tinggal aku sendiri yang single.
Karena penasaran dengan kata-kata Lea beberapa hari yang lalu, dan nggak ada kerjaan, belum lagi kenyataan kalau setelah ini adalah free class aku memutuskan untuk pergi ke masa depan dan melihat siapa pacarku, dan kalau biasanya aku kasih tahu mereka berdua sebelum aku pergi, kali ini berbeda, aku akan langsung pergi dan kalau ada apa-apa baru aku akan menceritakannya nanti pada mereka.
“Kamu mau kemana?” tanya Rei sambil memegang tanganku.
“Kenapa kamu mau tahu? Kamu bukan siapa-siapa aku” kataku sinis lalu menepis tangannya.
“Terserah kamu mau bilang apa, tapi pokoknya hari ini juga pulang sekolah aku mau ngomong sama kamu” katanya sambil menunduk dan dengan suara yang lebih kecil dari sebelumnya.
“Ya udah nanti pulang sekolah kamu bisa ngomong sama aku, tapi sekarang kamu lepasin aku dulu, aku ada urusan” kataku, lalu meninggalkan Rei sendirian di sana.
Aku lalu pergi untuk mencari tempat dimana tidak ada orang yang bisa melihatku, aku menutup mataku, memfokuskan pikiran dan saat aku kembali membuka mataku aku sudah berada di masa depan. Dari mana aku tahu? Karena sekarang aku sudah berada di luar sekolah, dan sekelilingku berubah, yang perlu aku ketahui sekarang adalah di tahun berapa aku berada sekarang?
Tepat saat aku melewati sebuah toko elektronik, TV yang mereka pajang sedang menayangkan acara berita yang sangat ku butuhkan saat ini.
“Selamat sore pemirsa, kembali lagi bersama kami hari ini, Senin 7 Juli 2014”
“Jadi kali ini aku pergi ke masa 3 tahun mendatang, dan kenapa bisa tepat di hari ulang tahunku? Ada apa dengan hari ini?” pikirku.
Aku memperhatikan sekelilingku dan berjalan beberapa meter sampai akhirnya aku menemukan diriku yang di waktu ini berumur 19 tahun sedang berjalan sendirian, dan dengan susah payah membawa setumpuk map yang sepertinya adalah tugas kuliahnya, lalu ku lihat dia memasuki sebuah cafe, aku lalu mengikutinya masuk ke cafe itu.
Dia lalu menduduki sebuah kursi kosong untuk empat orang yang berada di pojok ruangan lalu aku duduk di kursi yang terletak pas di belakangnya, sepertinya dia ada janji dengan seseorang di sini, setelah memesan sesuatu ke pelayan yang menghampiri mejaku aku terus memperhatikan aku yang satu lagi yang sedang sibuk dengan map yang di bawanya tadi.
“Eh, Vega, udah lama nunggunya? Sorry, tadi kerjaanku banyak banget, jadinya telat, deh” kata seseorang yang datang menghampiri mejaku yang satu lagi.
“Nggak kok, Net, aku juga baru sampai, kok. Biasa urusan kampus sama kerjaan juga, padahal, kan aku yang manggil kalian ke sini” katanya.
“Aku juga gitu kali, tapi kamu hebat, deh sambil kuliah sambil kerja sampingan di majalah itu pasti sibuk banget” kata orang yang sepertinya adalah Annet itu.
“Nggak juga, kali. Eh, ngomong-ngomong Lea mana, nih? Lama amat sampainya, masa dia nyasar, sih? Nggak lucu, ah kita kan sering ke sini masa dia masih nyasar, sih?” kataku yang satu lagi sambil meminum oreo shake yang baru di antarkan oleh pelayan.
“Nggak tahu, deh, paling sibuk pacaran sampai lupa sama kita, oh, iya happy birthday Vega! Ciyeeeee yang tambah tua, terus gimana kamu sama dia? Dia udah ngucapin happy birthday ke kamu? Dapat kado apa dari dia?” tanya Annet bertubi-tubi.
“Nyantai aja kali tanyanya satu-satu, nggak sabaran amat” kataku yang satu lagi, saat dia baru mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan Annet pintu cafe terbuka dan orang yang baru masuk itu langsung mengarah ke meja yang di tempati aku yang satu lagi dan Annet dan langsung heboh, kalau yang satu ini aku tahu, orang ini pasti Lea.
“Vegaaaaa happy birthday! Hari ini aku boleh pesen apa aja, kan? Kan kamu ulang tahun, tadi kan baru gajian juga, jadi boleh, ya?” kata Lea sambil memeluk aku yang satu lagi.
“Terserah kamu lah, Le” jawabku yang satu lagi.
“Vega kamu belom jawab pertanyaanku yang tadi” kata Annet tidak sabaran.
“Apaan? Ikutan dong” kata Lea yang sudah duduk di kursi sebelah Annet.
“Iya dia udah bilang kok, tadi pas jam 12 malam dia ngebangunin aku lewat telpon, nyanyi lagu Happy Birthday To You, tapi belom kasih kado apa-apa habis seharian belom ketemu, terus....” katanya menggantung kata-katanya.
“Apaan? Terus apa? Bilang dong, ingat nggak boleh ada rahasia-rahasiaan di antara kita” kata Annet mengingatkan.
“Dia bilang dia sayang sama aku” kata aku yang satu lagi dengan suara yang kecil tapi tetap bisa kudengar karena aku duduk di belakangnya.
“Perasaan setiap hari nggak pagi, siang, malam dia selalu bilang ke kamu kalau dia sayang, deh sama kamu, lagian kalian udah 3 tahun pacaran,  masa kamu tetap nggak terbiasa dengar dia bilang sayang sama kamu. ” kata Lea yang langsung bisa menyesuaikan diri dalam pembicaraan ini, “Terus sekarang dianya mana?”
“Dia masih sibuk di kampus, tapi katanya dia bakal usahain buat ke sini, kok” jawab aku yang satu lagi.
“3 tahun? Artinya aku mendapatkan pacarku sekitar waktu asalku, tapi siapa?” pikirku.
“Eh, iya kalian sendiri gimana dengan pacar kalian? Apalagi kamu Lea, lagi nggak ngambek, kan sama Valkrye?” tanyaku yang satu lagi.
“Untuk saat ini, sih iya lagi adem adem aja, tadi dia, kok yang nganterin aku ke sini” kata Lea sambil senyum-senyum genit, “Kamu gimana, Net?”
“Nggak tahu, nih. Choky sibuk terus, terakhir ketemu bulan lalu, telpon cuma sekali-sekali, tapi SMS masih setiap hari, sih” jawab Annet dengan muka cemberut.
Lalu pintu cafe terbuka lagi, dan kali ini aku sangat kaget. “Orang itu.... masa, sih? Yang bener aja!” teriakku dalam hati.
“Sorry telat, dosennya nyebelin banget masa pulanginnya sampai ngaret 30 menit, sih” kata orang yang baru datang itu lalu duduk di sebelah aku yang satunya lagi, satu-satunya kursi kosong di situ.
“Nggak apa-apa kali, Rei. Kita juga tadi datengnya pada ngaret, kok hehehe...” kataku yang satu lagi.
“Tuh, kan. Benar dia... artinya di waktu asalku dalam waktu dekat dia akan...” pikirku, “Mungkin sebaiknya aku tinggal beberapa lama lagi baru pulang ke waktuku”


“Oh, iya happy birthday, ya cerewet, nih ambil kadonya” kata Rei sambil mencubit pipiku yang satu lagi lalu menaruh sebuah kotak di pangkuannya.
“Ih, apaan, sih, bego. Kamu juga happy birthday, ya” balas aku yang satu lagi sambil tersenyum, dia terlihat sangat senang.
“Ehem, misi mas, mbak, di sini ada orang lain juga, jadi jangan menganggap dunia ini isinya cuma kalian aja” kata Lea mengganggu mereka dan membuat mereka berempat tertawa.
“Sorry, jadi keasyikan, nih, hehehe... Kadonya boleh ku buka?” kataku yang satu lagi.
“Terserah, suka nggak suka, pokoknya nggak boleh di balikin” kata Rei dengan cueknya, sama sekali tidak berubah.
Aku melirik ke belakang untuk melihat kado apa yang di berikan Rei untukku yang satu lagi, dan sangat kaget saat melihatnya.
“Heh? Seriusan, nih? Terus? Terus? Cuma ini aja?” tanyaku yang satu lagi.
“Apaan? Kamu berharap aku berlutut di depan kamu terus ngasih kamu cincin ini sambil ngucapin kata-kata romantis terus ngelamar kamu, gitu? Kuliah kamu gimana cerewet?” kata Rei yang sekarang mukanya sudah merah karena malu.
“Nggak, sih, mungkin iya sedikit, tapi apa nggak kecepetan ngasih ini?” tanyaku yang satu lagi.
“Nggak, lah, itu buat tanda kalau kamu udah “reserved”, dan kalau nanti udah sampai waktunya, kamu terima, ya, tapi jangan berharap aku bakal ngucapin kata-kata gombal kayak di film-film, okay?”kata Rei sambil mengacak-acak rambutku yang satu lagi.
“Ciyeeee.... asik nih, ye, kalau udah sampai waktunya kita berdua harus yang paling pertama dapat undangan, dong, iya kan?” kata Lea.
“Pastilah, lagian kalau dulu kita nggak bikin Vega nyadar sama perasaannya sendiri, pasti sekarang bakal beda ceritanya” timpal Annet.
Dan lagi-lagi mereka berempat tertawa, membuat cafe ini menjadi tambah ramai, beberapa pasang mata dari meja lain bahkan sempat terlihat bingung melihat mereka.
“Sepertinya aku sudah cukup melihat ini semua” pikirku, aku lalu membayar pesananku di kasir, keluar dari cafe lalu, kembali memfokuskan pikiranku dan pulang ke waktuku.

No comments:

Post a Comment