Monday, February 2, 2015

The First Valentine part 3

Tanggal 13 Februari, aku tidak belajar sama sekali untuk ujian besok dengan dua alasan. Pertama, aku tidak mau membebani otakku sehari sebelum ujian dan jadi tidak fokus saat mengerjakan soal dan kedua, aku harus membuat coklat yang akan kuberikan kepada Yoru dan Sora.
Sora... entahlah, aku tidak yakin akan memberikan coklat padanya atau tidak, setelah kupikir lagi mungkin sebaiknya tidak kuberikan, habis dia juga pasti tidak mau, tapi kenapa rasanya seperti ini, ya?
Pada akhirnya, aku tetap membuat bagian untuk Sora juga, tapi entah bagaimana aku akan menyerahkannya besok, bahkan sebetulnya coklat yang kubuat untuk Sora sebenarnya berbeda dari coklat yang akan kuberikan kepada ayah, Yoru dan Tsubasa, untuk ketiga orang itu aku membuat praline sedangkan untuk Sora aku membuat kue coklat, kenapa? Aku bahkan lebih berhati-hati saat menghias kue coklat bagian Sora, kenapa?
Pagi hari di hari Valentine, aku bangun sangat cepat, setidaknya aku bangun lebih dulu dari alarmku. Aku memasukkan semua barang yang kuperlukan untuk ujian ke dalam tas, alat tulis, kartu tes dan lain-lain bahkan mengeceknya berkali-kali suoaya tidak ada yang tertinggal, aku juga mengambil coklat yang akan kuberikan kepada Tsubasa dan Yoru, bagian ayah akan kuberikan nanti saat sarapan, sedangkan bagian Sora masih terletak di meja, entah kapan akan kuberikan.
Pagi itu, aku melakukan semua kegiatan harianku seperti hari-hari lainnya, yang berbeda mungkin hanya waktu pengerjaannya yang kupercepat, mengurus rumah, membangunkan Yoru dan Sora, lalu pergi ke tempat tes diadakan. Yoru dan Tsubasa menerima coklat bagian mereka dengan senang hati, tentu saja, sedangkan Sora hanya diam, entah karena kesal atau tidak tahu harus bilang apa karena hanya dia yang tidak dapat bagian.
Semua soal tes itu kukerjakan dengan lancar tanpa kesulitan yang berarti, Yoru dan Tsubasa juga mengatakan hal yang sama, sedangkan Sora mengeluh kalau soal tes itu dibuat bukan untuk tes masuk SMP tapi SMA, bahkan universitas, padahal sebetulnya itu hanya karena dia kurang belajar saja, si bodoh itu... semoga saja dia bisa lulus bersama kami karena aku tidak mau ada salah satu dari kami yang harus terpisah.
Setelah tes berakhir hanya satu hal yang kupikirkan, bagaimana caranya aku memberikan coklat itu ke Sora? Belakangan ini kami jadi semakin sering bertengkar dan tidak bisa ngobrol normal, selalu saja berakhir dengan adu mulut, aku juga memikirkan apakah aku harus langsung datang ke rumahnya untuk menyerahkan coklat atau bagaimana, begitu sampai di rumah aku mengganti bajuku lalu menatap  ke arah telepon kaleng yang tergantung di jendelaku. Telepon kaleng itu tersambung ke kamar Yoru dan Sora, kami membuatnya dua tahun yang lalu karena saat itu kami tidak punya HP, sebetulnya bisa saja memakai telepon rumah yang lebih cepat dan efisien tapi ada saat tertentu kami ingin membicarakan sesuatu yang tidak seharusnya didengar oleh ayah dan ibu kami, di kedua ujungnya diikat banyak kaleng lain jadi kalau benangnya digoyangkan yang di seberang bisa tahu kalau mereka dihubungi, biarpun terkadang saat sudah benar-benar tidak sabaran kami akan melempar kerikil ke jendela di seberang, tidak heran kaca jendela kami sudah lecet disana-sini, di masa depan saat kami sudah dewasa telepon kaleng ini akan menjadi bahan lelucon di antara kami tapi itu cerita untuk lain kali.
Aku memberanikan diri untuk menggoyangkan benang telepon itu, dari jendela kamarku aku bisa melihat kaleng di seberang sana sudah bergerak menghasilkan suara ribut yang bisa membuat orang yang berada di dekatnya tuli seketika, dalam waktu beberapa detik saja aku melihat Yoru mengangkat kaleng itu.
“Kenapa?” tanya Yoru dari kamarnya.
“Sora ada?” tanyaku dengan suara pelan tapi Yoru masih bisa mendengarnya dengan jelas.
“Iya, ada. Sora dicari, nih.” kulihat Yoru menyerahkan kaleng itu ke Sora, kemudian kaleng itu berpindah tangan dan kudengar suara Sora dari kaleng yang kupegang.
”Apa? Kalau mau ngomong cepetan, aku capek.” katanya jutek.
“Keluar dong, sebentar aja, please.” kataku dengan nada memohon.
“.....” tidak ada jawaban, aku baru saja akan menyerah menyerahkan coklat itu saat Sora bersuara.
“Ya udah, aku tunggu di bawah.” kata Sora, setelah itu kami melepas kaleng yang ada di tangan kami lalu turun ke bawah, aku mampir ke dapur untuk mengambil coklat Sora dulu baru keluar, begitu keluar dari rumahku Sora juga sudah ada di depan rumahnya lalu aku berjalan ke arahnya.
“Kenapa? Padahal di atas juga nggak apa-apa.” katanya begitu aku berada hanya beberapa langkah dari Sora.
“Bego, kalau di atas aku nggak bisa kasih ini, atau kamu maunya benda ini kulempar aja?” tanyaku sanbil meletakkan bungkusan berisi kue coklat yang kubuat kemarin, “Tenang aja, dapurku masih utuh, kok terus ayah juga tadi pagi baik-baik saja setelah makan coklat buatanku jadi mestinya nggak apa-apa, udah ya.” aku sudah berbalik arah dan berjalan beberapa langkah ke rumahku saat Sora mengejarku.
“Makasih. Tadi pagi sebenarnya agak kecewa juga waktu aku nggak dapat, ternyata ada, beda lagi sama punya Yoru. Terus maaf, ya, akhir-akhir ini aku menyebalkan, aku cuma terlalu terbebani sama tes masuk hari ini soalnya kalau aku gagal mereka – saudara-saudara ibuku - akan membandingkanku dengan Yoru lagi.” kata Sora.
“Nggak apa-apa, aku ngerti, dari dulu orang dewasa itu memang begitu, tenang aja, kamu pasti lulus, kok. Kita bakal sama-sama lagi di SMP nanti. Udah, ah, masuk, yuk. Dingin, nih, lanjut di atas aja.” kataku lalu kami berjalan kembali ke rumah masing-masing.
Siapa sangka, sejak Valentine itu hubunganku dengan Sora membaik, kami jadi jauh lebih akrab dari sebelumnya, mungkin memang sejak saat itu aku menyukainya tapi aku baru sadar bertahun-tahun kemudian.
Tapi biarlah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
                               - END -

No comments:

Post a Comment