Wednesday, March 25, 2015

Author's Activity 12

Heyho! It's Wednesday! It's showtime!
Jadi sekarang mestinya udah masuk proses finishing karena minggu depan udah deadline, tapi tapi tapi tokimemo dan tsum tsum terlalu menggoda dan gue selalu kalah sama godaan itu,  buat yang nggak tahu tsum tsum itu game line, buat yang pernah main sekopang eh pokopang tsum tsum itu kurang lebih mainnya begitu.
Terus... ah iya, mid semester, minggu ini sama minggu depan sibuk urus itu biarpun sebisa mungkin disela-sela itu bisa ber-"wai-wai" dan mengejar deadline.
Terus perkembangan cerpen... entahlah, deadline sabtu depan dan gue baru ngelewatin prolog, entah bakal sepanjang apa cerita kali ini *sigh* tapi karakternya udah fix dan plotnya udah di kepala, belom lagi gue juga ngadain survey kecil dengan sampel temen-temen angkatan gue yang cewek, toh (lagi-lagi) ceritanya ditulis dari sudut pandang cewek.
Apa lagi? Bakal sibuk beberapa hari ke depan, tapi nggak boleh dan nggak bisa mengeluh, sudahlah.
Greetings from Dream Land :)

Saturday, March 14, 2015

Author's Activity 11

Heyho! It's Wednesday! It's showtime!
Jadi cerita mulai ditulis, dan karena beberapa hari yang lalu kebawa arus terlanjur ketantang buat nulis cerita romantis yang bisa bikin jantung berhenti.
Cerita kali ini soal mangaka - komikus Jepang - dan orang-orang disekitarnya, love interest juga udah ada setelah lama dipikir dan jadinya orang yang bener-bener beda dibanding Rei sama Zero, terutama dari segi muka.
Terima kasih kepada manga one-shot yang gue baca beberapa waktu lalu gue jadi mau buat cerita yang melibatkan first name basis - memanggil orang dengan nama depan - dan gue juga bakal masukin honorific Jepang yang biasanya nggak ikut diterjemahkan kalau masuk kesini jadinya yang tertulis cuma nama orang itu aja, jadi otomatis karakter yang dipakai kali ini seperti beberapa cerita sebelumnya akan menggunakan nama Jepang, maklumlah, pengaruh jurusan.
Terus... ah, iya, Muse. Sekarang gue udah nggak peduli sama real life romance, hasil pengamatan gue, punya Muse jauh lebih bagus dibanding punya pacar, karna pacar belom tentu ngasih inspirasi dan sudah pasti menyita waktu nulis makanya sekarang gue nggak butuh, gue lebih pilih punya Muse dan gue emang udah punya satu orang, entah kenapa kalau bukan dia inspirasi nggak jalan dan orang yang jadi Muse gue bahkan bersedia buat dipinjem namanya buat cerpen gue, menurut kalian dia orang baik? Salah, dia nggak sebaik yang kalian pikir, dia nggak bisa diajak bercanda dan cepet tersinggung, makanya bikin in real life scene sama dia itu susah, bukan soal ketemunya habis gue hampir tiap hari sama dia, soalnya dia cepet emosi terus selalu merasa risih makanya bikin scene sama dia itu susah-susah gampang, most of the time harus dibuat "kecelakaan" supaya bisa dapat scene yang dibutuhkan.
Sudahlah, ngomong lebih dari ini yang ada orang yang bersangkutan ngamuk lagi di sosmed, mending lanjut nulis.
Greetings from Dream Land :)

Wednesday, March 11, 2015

Author's Activity 10

Heyho! It's Wednesday! It's showtime!
Nggak terasa post ini udah masuk minggu ke-10 tanpa terputus, biarpun pernah telat sekali, sih.
Jadi... mmm... apa ya?
Sekarang lagi proses brainstorming ide buat cerita bulan depan, idenya ada tapi masih mikirin love interest-nya main character harus orang yang gimana yang jelas diusahakan nggak bakal jadi karakter yang kayak Rei atau Zero, mereka jahat sih.
Terus apa ya... kalau dipikir akhir-akhir ini frekuensi menggambar jauh, sekali lagi JAUH, lebih sering dibanding frekuensi menulis, mungkin sudah waktunya mencari muse baru (lagaknya kayak sekarang ada aja).
Ada yang request masukin adegan action, tapi apa daya kalau tontonan dan bacaan sehari-hari cuma sesuatu yang berunsur "kyaa kyaa" dan "huwe-huwe", if you know what I mean.
Terus... ah, ya, ujian mid semester, kata itu akhir-akhir ini jadi sering terdengar artinya dia sudah mendekat dan akan mengurangi frekuensi ber-"wai-wai" lebih dari sekarang.
I guess that's it for this week, mau melanjutkan proyek yang tertunda.
Greetings from Dream Land :)

Wednesday, March 4, 2015

Author's Activity 9

Heyho! It's Wednesday! It's showtime!
Kemarin deadline, iya, dan terpenuhi biarpun gue tahu nggak sempurna, gue bahkan nggak melakukan grammar check sebelum memasukkan cerita itu ke sini, judulnya saja baru dipikir setelah gue buka blogger kemarin itu juga jadinya gaje, intinya cerita itu adalah cerita yang terpaksa dimasukkan ke sini untuk memenuhi deadline...
...
...
...
Bercanda, kecuali soal grammar check dan pemilihan judul yang ngasal itu emang bener dan udah nggak ada energi lebih buat grammar check jadilah cerita apa adanya itu.
Setelah sekian lama Vega muncul lagi jadi main character, bareng Rei, Lea sama Annet ditambah new character yang jadi partner in crime-nya Rei, Ace.
Cerita ini sebetulnya gue tulis 2 tahun yang lalu, sekitar setengah tahun setelah "Traveler of The Time", kalau nggak salah di salah satu post Author's Activity gue emang pernah bilang kalau bulan ini cerita itu yang dapat giliran buat dibikinin sequel.
Terus... apa ya? Nggak ada yang penting sih sebetulnya, sekarang cuma mulai brainstorming lagi buat ide cerita bulan depan, mungkin bikin sequel lagi, mungkin cerita baru, entahlah.
I guess that's it for this week, ada Aikatsu yang menunggu untuk ditonton.
Greetings from Dream Land :)

Tuesday, March 3, 2015

Course Change part 3



Malamnya, aku memanggil Lea dan Annet untuk memberitahu mereka soal kepergianku ke masa depan dan ideku untuk pindah kelas.
“Kamu segitu ngefansnya ya sama kita? Sampai ngotot begitu.” ejek Lea.
“Nggak gitu juga, tapi kan seru kalau kita berlima sekelas, jadinya nggak ada yang merasa jadi alien.” kataku.
“Tapi iya juga sih, kalau Vega sama Rei juga di kelas kita pasti bakal lebih seru, ya udah coba aja.” kata Annet.
Dan langsung saja aku mengabari Rei dan biarpun dia tidak mengakuinya aku yakin dia sangat senang karena akan bisa sekelas lagi dengan Ace dan bisa mengganggu orang lagi, aku yakin itu.
Keesokan harinya kami berlima pergi ke ruangan kepala sekolah dan membuat orang-orang di sana bingung, biasanya murid yang datang ke sini hanya murid-murid yang bermasalah, Rei dan Ace sudah beberapa kali ke sini karena “bercanda berlebihan” mereka dan yang orang-orang itu tahu aku, Annet dan Lea adalah tipe orang yang sebisa mungkin nggak mau repot dengan hukuman karena “bercanda berlebihan” itu, mereka pasti berpikir kenapa kami ada disini.
Aku langsung bertanya pada petugas tata usaha apakah kepala sekolah ada di ruangannya atau tidak.
“Iya, ada sih, tapi ada perlu apa kalian ke sini?” tanya petugas tata usaha itu.
“Ada sesuatu yang penting yang harus kami bicarakan dengannya sekarang juga.” kataku.
“Ya sudah, tunggu sebentar, ya.” kemudian orang itu menelepon ke dalam untuk memberitahukan kepala sekolah kalau ada yang ingin bertemu dengannya, setelah menelepon dia memanggil kami.
“Katanya kalian bisa masuk sekarang.” kata petugas tata usaha itu lalu dia kembali ke pekerjaannya, kami masuk setelah berterima kasih padanya, lebih tepatnya aku, Annet dan Lea, sih karena dua orang yang lain tidak peduli.
Tidak usah tanya apa yang terjadi di dalam, intinya kami berlima – ya, dua orang itu juga – berdebat dengan kepala sekolah, dia tidak mau memindahkan siapapun ke kelas yang mereka inginkan karena kepentingan pribadi mereka tapi dia tidak tahu kalau dia sedang berdebat dengan – mungkin – lima orang yang paling keras kepala di sekolah ini dan entah bagaimana caranya kami berhasil membuatnya menyerah,
Hari Senin di minggu setelah perdebatan itu aku dan Rei resmi dipindahkan ke kelas yang sama dengan Annet, Lea dan Ace.
“Udah puas?” tanya Rei saat kami berjalan kembali ke asrama hari itu.
“Banget!” jawabku semangat “Makasih lho, udah mau ikut dalam rencana gilaku.” kataku sambil menggandeng tangan Rei “Ya tentu saja kalian juga!” kataku sambil berbalik ketiga orang yang berjalan di belakang kami.
“Iya deh, terserah.” kata Ace cuek.
“Mestinya kamu bayar mahal ke kita.” tambah Annet.
“Iya, tuh. Kamu ngutang sama kita. Utangmu jatuh tempo pas libur selanjutnya, ya.” kata Lea.
“Iya, iya. Asal aku bisa terus sama kalian, berapa juga aku kasih!” kataku sambil tertawa.
“Sok bener, awas lho nanti ingkar janji, bukannya sama kita tapi perginya malah sama Rei.” kata Lea dan disetujui oleh Annet.
“Tenang, nggak bakal, kok.” kataku berusaha meyakinkan mereka tapi yang kudapat malah tatapan tidak percaya mereka.
Ya sudahlah, setidaknya aku akan bersama mereka sampai lulus, mungkin, karena kepala sekolah pasti sudah tidak mau berurusan dengan keegoisan kami, lebih tepatnya aku, sih. Yang jelas aku akan menjalani sisa kehidupan sekolahku di sini dengan mereka, aku tahu kedepannya tidak selamanya akan menyenangkan, pasti akan ada satu atau dua kerikil yang akan merusak kebahagiaan, tapi tidak apa-apa, aku punya mereka yang akan menemaniku saat kerikil-kerikil itu muncul di perjalanan ini.
END

Course Change part 2



Setelah keluar kelas aku langsung menuju kelas Lea dan Annet supaya aku bisa pulang dengan mereka, tapi ternyata guru mereka belum keluar jadi aku menunggu di depan kelas mereka.
“Eh Vega, udah lama nungguin disini?” tanya Annet yang baru keluar dari kelasnya.
“Nggak juga kok. Eh, hari ini mau pergi keluar nggak?” tanyaku.
“Yaaah... hari ini nggak bisa, udah janji mau kerja tugas sama teman sekelas.” kata Annet.
“Telat kamu, makanya kalau mau keluar sama kita harus booking sebulan sebelumnya.” tambah Lea.
“Ah bego, sok penting banget, ya udah aku pergi sendiri aja.” kataku lalu berjalan pergi meninggalkan mereka.
“Ciyeeee..... ngambek! Mau dibujukin nggak?” teriak Lea dari tempatnya berdiri tadi tapi aku tidak peduli dan terus berjalan sampai ke kamarku.
Masa cuma gara-gara rolling jadi kacau begini sih?, tanyaku pada diriku sendiri sambil berbaring di kasurku lalu aku teringat sesuatu.
“Kalau aku ngecek masa depan mungkin perasaanku akan jadi lebih baik... atau mungkin nggak, udahlah cek aja dulu.” lalu aku berdiri dan bersiap-siap pergi ke masa depan.
***
Aku sudah berpindah, sekarang aku sudah berada di luar, di antara kelasku dan kelas sahabat-sahabatku lebih tepatnya, tapi ada yang aneh disini karena biarpun di luar masih terang tapi tidak ada siapapun di sini, padahal pada hari Minggu sekolah juga biasanya ramai dengan murid-murid yang mengikuti ekskul, karena penasaran aku jadi terus berjalan sampai aku mendekati aula yang entah kenapa sangat ramai dan ribut.
Aku mengintip dari luar melalui jendela dan benar saja ada sangat banyak orang di dalam sana.
Ada apa ya? Kok ramai banget?, pikirku, lalu aku melihat aku, Rei, Ace, Annet dan Lea tidak jauh dari tempatku mengintip jadi aku mencoba untuk mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.
“Akhirnya kita bisa benar-benar keluar dari tempat sialan ini!” kata suara yang aku yakin pasti milik Rei.
“Biar kamu bilang sekolah sialan tapi kamu suka kan?” goda Ace yang diikuti dengan ejekan lain dari Lea dan Annet.
“Ya iyalah, kalau nggak sekolah di sini pasti sampai sekarang masih jomblo. kata Annet.
“Biar cakep tapi kalau nyebelin gini biasanya orang pasti nggak mau, untung pacarmu bukan salah satu dari kelompok orang lain itu. tambah Lea.
“Sialan, untung habis ini aku nggak perlu ketemu kalian lagi.” gerutu Rei.
“Udah... udah... kasihan anak orang, nanti nangis lho, hahaha...” kataku yang ternyata tersembunyi di antara mereka.
“Nggak apa-apa, kan pacarku siap 24 jam buat bujukin aku.” kata Rei sambil melingkarkan lengannya di pundakku.
“Ih, nggak mau, mending cari yang lain aja.” kataku lalu melepaskan diri dari rangkulan Rei dan menjauh beberapa langkah darinya.
“Serius? Emang kamu nggak apa-apa putus dari aku? Ya udah, aku cari cewek lain aja. Di luar sana pasti banyak.” balas Rei tidak mau kalah
“Misi mas, mbak, kalau mau berantem mending di tempat lain aja, soalnya tempat ini isinya bukan cuma kalian aja.” kata Ace, Lea dan Annet bersamaan.
Dan mereka semua tertawa, sangat berbeda dengan keadaanku sekarang.
“Tapi setiap kali ingat kejadian rolling waktu kelas 2 dulu emang gila ya, Vega nggak betah di kelasnya sampai mengancam bakal pindah sekolah kalau dia nggak sekelas sama Annet dan Lea.” kata Ace.
“Iya, Rei nggak mau pisah kelas dari Vega jadi dia juga pindah kelas, asli kacau banget.” tambah Lea.
“Untung jurusannya sama, kalau beda aku yakin waktu itu permintaan Vega bakal susah buat dikabulin.” kata Annet sambil menggelengkan kepalanya.
Pindah kelas? Emang yang begitu bisa ya? Kalau memang itu yang terjadi di masa depan mungkin sebaiknya aku coba saja, pikirku.

Course Change part 1



Segala sesuatu terkadang memang harus berubah atau mungkin tidak, entah sementara atau selamanya, entah efeknya baik atau buruk, tidak ada yang tahu pasti yang aku tahu perubahan yang aku alami kali ini efeknya tidak begitu bagus tapi aku yakin ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk memperbaikinya.
***
“Kenapa? Hari ini kalem banget.” kata seseorang yang suaranya sangat familiar di kupingku dan aku merasakan tangannya mengacak-acak rambutku.
“Nggak kenapa-kenapa, cuma hari ini kok rasanya sepi, ya?” kataku.
“Mungkin gara-gara dua cewek cerewet itu nggak ada kali, lagian pasti susah kan bertahun-tahun nggak pernah kepisah gara-gara rolling tapi tiba-tiba kena pasti nggak enak.” kata orang itu sambil menarik kursi kosong di sebelahku.
“Pernah nggak sih, kamu merasa kesepian padahal di sekitar kamu ada banyak orang?” tanyaku tanpa melihat orang itu.
“Nggak, kamu yang paling tahu kan kalau aku mggak terlalu suka dekat sama orang, kecuali kamu sih.” katanya dengan tatapan mengejek.
“Perasaanku aja atau emang semenjak pacaran kamu jadi tambah gombal?” tanyaku.
“Perasaan kamu aja kali.” jawabnya sambil sekali lagi mengacak-acak rambutku.
“Rei, kamu nggak merasa kesepian?  Kamu juga pisah dari sahabat kamu tapi kok kamu bisa lebih tahan daripada aku, terus sebetulnya aku udah tahu soal ini tapi kok rasanya tetap nggak enak ya?” kataku sambil meletakkan kepalaku di atas lenganku.
“Nggak, kan aku masih sekelas sama pacarku.” katanya cuek.
Aku langsung kembali duduk tegak dan mencubit lengannya.
“Sakit tahu, apaan sih! Lagian kalau emang mau ketemu sama mereka ya pergi aja ke kelasnya cuma di sebelah ini, susah amat.” katanya sambil memegang bagian yang kucubit tadi.
“Nggak segampang itu Rei, masa aku seenaknya keluar masuk kelas orang? Kan aku orang luar.” kataku.
“Siapa bilang? Emang kelas itu mereka yang bikin? Cuma gara-gara kelas mereka di sana terus mereka bisa seenaknya bilang orang lain selain murid kelas itu orang luar, gitu? Ayo ke sebelah aja deh, bosan di sini tinggal kita berdua terus istirahat juga masih panjang, ayo sini.” katanya sambil berdiri lalu menarikku keluar kelas.
“Tapi biar aku ke sana aku yakin pasti mereka lebih sibuk sama teman sekelas mereka, udahlah kita ke kantin aja, ya.
“Tapi aku ada urusan disitu, Ace janji mau balikin komikku hari ini.” katanya sambil masih menarikku dan kami sampai di depan kelas Lea, Annet, dan sahabat Rei, Ace.
“Kamar kamu sama dia sebelahan, Rei.” kataku sambil mencoba untuk menariknya ke kantin yang arahnya berlawanan dari arah kelas sebelah.
“Nggak mau, aku mau sekarang.” katanya ngotot.
Sebetulnya sifat Rei yang satu ini sudah dari awal bertemu dengannya kuketahui, sejak kecil dulu dia selalu keras kepala dan kalau tidak dituruti dia akan ngambek, dasar bocah.
“Terserahlah, aku ke kantin sendiri aja.” kataku sambil melepaskan genggaman tangannya.
“Nggak, kamu tetap ikut masuk ke dalam.” dan dia menarikku masuk dan meninggalkanku di depan meja Annet sedangkan dia pergi ke meja Ace.
“Hei, kemana aja? Kok baru muncul?” tanya Annet bahkan sebelum aku sempat duduk di kursi kosong di depannya.
“Kita tadi baru aja ngomongin kamu, eh kamu langsung muncul.  tambah Lea.
“Nggak apa-apa, cuma sibuk aja.” kataku sambil menunduk tidak bisa melihat Lea atau Annet.
“Sibuk ngapain? Pasti sibuk ngurusin pacar kan?” tebak Annet.
“Iya deh, tahu deh yang masih satu sekolah sama pacar, sekelas lagi” tambah Lea.
“Sibuk.... banyak.” jawabku masih menunduk.
Selama beberapa waktu kami, atau lebih tepatnya Lea dan Annet terus berbicara, entah tentang kelas baru mereka, entah tentang tugas yang mereka dapat, entah tentang teman-teman baru mereka dan hal-hal lain yang sudah jelas tidak kumengerti, membuatku merasa terasing dan aku berharap bel masuk akan berbunyi lebih awal dari biasanya.
“Eh udah bel, aku balik dulu ya.” kataku sambil berdiri lalu menghampiri Rei di meja Ace dan kembali ke kelas kami bahkan sebelum mereka sempat mengatakan apa-apa.
“Kamu kenapa tadi? Tumben kalem banget waktu lagi sama mereka? Biasanya ribut banget sampai kelas sebelah dengar.” tanya Rei.
“Nggak kenapa-kenapa.”dan setelah itu tidak ada satupun dari kami yang bicara, sampai saat kami kembali ke kelas bahkan sampai bel tanda sekolah usai berbunyi.