Tuesday, March 3, 2015

Course Change part 1



Segala sesuatu terkadang memang harus berubah atau mungkin tidak, entah sementara atau selamanya, entah efeknya baik atau buruk, tidak ada yang tahu pasti yang aku tahu perubahan yang aku alami kali ini efeknya tidak begitu bagus tapi aku yakin ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk memperbaikinya.
***
“Kenapa? Hari ini kalem banget.” kata seseorang yang suaranya sangat familiar di kupingku dan aku merasakan tangannya mengacak-acak rambutku.
“Nggak kenapa-kenapa, cuma hari ini kok rasanya sepi, ya?” kataku.
“Mungkin gara-gara dua cewek cerewet itu nggak ada kali, lagian pasti susah kan bertahun-tahun nggak pernah kepisah gara-gara rolling tapi tiba-tiba kena pasti nggak enak.” kata orang itu sambil menarik kursi kosong di sebelahku.
“Pernah nggak sih, kamu merasa kesepian padahal di sekitar kamu ada banyak orang?” tanyaku tanpa melihat orang itu.
“Nggak, kamu yang paling tahu kan kalau aku mggak terlalu suka dekat sama orang, kecuali kamu sih.” katanya dengan tatapan mengejek.
“Perasaanku aja atau emang semenjak pacaran kamu jadi tambah gombal?” tanyaku.
“Perasaan kamu aja kali.” jawabnya sambil sekali lagi mengacak-acak rambutku.
“Rei, kamu nggak merasa kesepian?  Kamu juga pisah dari sahabat kamu tapi kok kamu bisa lebih tahan daripada aku, terus sebetulnya aku udah tahu soal ini tapi kok rasanya tetap nggak enak ya?” kataku sambil meletakkan kepalaku di atas lenganku.
“Nggak, kan aku masih sekelas sama pacarku.” katanya cuek.
Aku langsung kembali duduk tegak dan mencubit lengannya.
“Sakit tahu, apaan sih! Lagian kalau emang mau ketemu sama mereka ya pergi aja ke kelasnya cuma di sebelah ini, susah amat.” katanya sambil memegang bagian yang kucubit tadi.
“Nggak segampang itu Rei, masa aku seenaknya keluar masuk kelas orang? Kan aku orang luar.” kataku.
“Siapa bilang? Emang kelas itu mereka yang bikin? Cuma gara-gara kelas mereka di sana terus mereka bisa seenaknya bilang orang lain selain murid kelas itu orang luar, gitu? Ayo ke sebelah aja deh, bosan di sini tinggal kita berdua terus istirahat juga masih panjang, ayo sini.” katanya sambil berdiri lalu menarikku keluar kelas.
“Tapi biar aku ke sana aku yakin pasti mereka lebih sibuk sama teman sekelas mereka, udahlah kita ke kantin aja, ya.
“Tapi aku ada urusan disitu, Ace janji mau balikin komikku hari ini.” katanya sambil masih menarikku dan kami sampai di depan kelas Lea, Annet, dan sahabat Rei, Ace.
“Kamar kamu sama dia sebelahan, Rei.” kataku sambil mencoba untuk menariknya ke kantin yang arahnya berlawanan dari arah kelas sebelah.
“Nggak mau, aku mau sekarang.” katanya ngotot.
Sebetulnya sifat Rei yang satu ini sudah dari awal bertemu dengannya kuketahui, sejak kecil dulu dia selalu keras kepala dan kalau tidak dituruti dia akan ngambek, dasar bocah.
“Terserahlah, aku ke kantin sendiri aja.” kataku sambil melepaskan genggaman tangannya.
“Nggak, kamu tetap ikut masuk ke dalam.” dan dia menarikku masuk dan meninggalkanku di depan meja Annet sedangkan dia pergi ke meja Ace.
“Hei, kemana aja? Kok baru muncul?” tanya Annet bahkan sebelum aku sempat duduk di kursi kosong di depannya.
“Kita tadi baru aja ngomongin kamu, eh kamu langsung muncul.  tambah Lea.
“Nggak apa-apa, cuma sibuk aja.” kataku sambil menunduk tidak bisa melihat Lea atau Annet.
“Sibuk ngapain? Pasti sibuk ngurusin pacar kan?” tebak Annet.
“Iya deh, tahu deh yang masih satu sekolah sama pacar, sekelas lagi” tambah Lea.
“Sibuk.... banyak.” jawabku masih menunduk.
Selama beberapa waktu kami, atau lebih tepatnya Lea dan Annet terus berbicara, entah tentang kelas baru mereka, entah tentang tugas yang mereka dapat, entah tentang teman-teman baru mereka dan hal-hal lain yang sudah jelas tidak kumengerti, membuatku merasa terasing dan aku berharap bel masuk akan berbunyi lebih awal dari biasanya.
“Eh udah bel, aku balik dulu ya.” kataku sambil berdiri lalu menghampiri Rei di meja Ace dan kembali ke kelas kami bahkan sebelum mereka sempat mengatakan apa-apa.
“Kamu kenapa tadi? Tumben kalem banget waktu lagi sama mereka? Biasanya ribut banget sampai kelas sebelah dengar.” tanya Rei.
“Nggak kenapa-kenapa.”dan setelah itu tidak ada satupun dari kami yang bicara, sampai saat kami kembali ke kelas bahkan sampai bel tanda sekolah usai berbunyi.

No comments:

Post a Comment