Setelah “Hari Penolakan” itu, aku masih sering
mendapati Sora berbicara dengan Tsubaki seakan-akan tidak pernah terjadi
apa-apa di antara mereka, mungkin itu enaknya jatuh cinta dengan sahabat
sendiri karena mereka punya banyak hal lain yang bisa dibicarakan dan mereka
walau mungkin hanya sesaat bisa lupa tentang perasaan mereka, lagipula saat ini
mungkin baik Sora maupun Tsubaki tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu
karena saat ini kami sedang disibukkan dengan persiapan untuk inagurasi
fakultas, aku dan Tsubaki mendapat tugas di bagian dekorasi, menyipakan
panggung dan hal-hal lain seperti itu, sedangkan Sora dan Hiro di bagian perkusi.
Suatu hari, saat aku dan Tsubaki sedang beristirahat
di kantin entah kenapa Tsubaki membahas soal Sora bukan Sendal seperti
biasanya.
“Kamu tahu nggak? Kayaknya Sora udah move on, deh, dia
naksir anak kelas kita” kata Tsubaki.
“Eh? Masa? Siapa?” untung aku sedang tidak sedang
mengunyah apa-apa, aku yakin pasti akan tersedak karena shock “Cepat banget!”
kataku.
“Teman sekelas kita, kok, Akane.” kata Tsubaki sambil
tetap sibuk dengan makanannya.
Akane?
Eh? Tunggu dulu…
“Bukannya Hiro suka sama Akane?” tanyaku.
“Nah, itu dia. Si bodoh Sora itu sudah jelas-jelas
tahu sahabatnya suka sama Akane tapi dia malah suka sama Akane, kalau aku, sih,
ya, lebih suka kalau Sora jadian sama Riko saja” jawab Tsubaki ringan tapi
berhasil membuatku tersedak es teh yang baru saja kuminum.
“Eh? Kenapa?” tanyaku gugup, untuk alasan yang tidak
jelas, padahal ini soal Sora bukan Hiro.
“Ya enggak apa-apa, toh kalian dekat, sering bareng di
kelas, kalian sama-sama pintar.”
“Terus kenapa? Kan kamu tahu aku suka sama Hiro.”
kataku.
“Iya, sih. Ya sudahlah” dan pembicaraan hari itu
berhenti sampai disitu tapi pikiranku tidak, bahkan selama beberapa hari setelah
itu aku masih memikirkan kata-kata Tsubaki. Dan malam itu, aku menyadari sesuatu
yang bahkan aku sendiri tidak mau dan tidak akan percaya.
Aku telah jatuh cinta pada Sora.
***
Tiga hari setelah hari itu, saat aku dan Tsubaki
sedang mengerjakan panggung untuk inagurasi, tubuhku ada di lapangan
mengerjakan panggung tapi pikiranku ada di tempat lain, “Mungkin aku harus
bicara soal ini dengan Tsubaki.” pikirku.
Saat pekerjaan sudah menipis dan sudah ada celah untuk
mengobrol aku membawa properti-properti kecil yang sedang kukerjakan dan duduk
di dekat Tsubaki.
“Kenapa? Hari ini kalem banget, kangen sama Hiro, ya?”
tanya Tsubaki.
“Bukan itu, aku mau cerita soal sesuatu.” kataku.
“Ya udah, silakan.”
“Kayaknya aku udah berhasil move on dari Hiro.”
“Eh? Serius? Bagus, dong, kali ini siapa?” kata
Tsubaki sambil tetap bekerja
“Terus begini, aku suka sama seseorang tapi orang itu
suka sama sahabatku, dia udah pernah nembak sahabatku itu tapi dia ditolak,
padahal waktu itu aku yang paling ngedukung dia buat nembak tapi sekarang malah
aku yang suka sama dia.”
”Sahabatmu ini nolak habis-habisan?”
“Iya, karena katanya dia nggak pernah menganggap cowok
itu lebih dari sahabat.”
“Siapa, sih orangnya? Bilang dong, penasaran, nih.”
“Itu dia masalahnya, aku jadi nggak enak, nih
ngomongnya.” kataku malu-malu.
“Siapa, sih? Sok main rahasia begitu.”
“Aku nggak bisa bilang”
“Apa perlu aku sebut satu persatu nama anak cowok di
kelas kita?”
“Nggak usah repot-repot” kataku semakin merasa
tertekan.
“Ya udah, aku bisikin aja, deh, tapi kalau benar, kamu
jangan mengelak, ya.” kata Tsubaki sambil tersenyum.
“Iya.”
“Sora, kan?”
Mendadak aku merasa mukaku menjadi panas, pasti
sekarang aku terlihat seperti kepiting rebus, dan sesuai janji aku tidak
mengelak.
“Iya.” kataku pelan dan kepalaku menunduk.
“Sudah kuduga, habis kamu bilang dia suka sama
sahabatmu tapi sahabatmu nolak habis-habisan, itu soal aku sama Sora, kan?
Akhirnya, sejak kapan?”
“Aku baru nyadar waktu kamu bilang Sora lebih baik
sama aku… mungkin.” kataku masih tetap dengan suara yang tertahan.
“Kalau gitu bukannya jadi lebih gampang? Kalian sudah
akrab, tinggal gimana caranya supaya kalian bisa jadian.”
“Nggak segampang itu, justru karena udah akrabnya itu,
lho, kalau dia sampai tahu perasaanku dia pasti bakal menjauh.” kataku sambil
mengerjakan properti yang sempat kuambil tadi.
“Jadi? Maunya gimana?”
“Biarkan saja seperti ini.”
No comments:
Post a Comment