Thursday, December 12, 2013

Wherever You Are Part 4



Seminggu setelah pengakuan itu, aku baru saja akan pulang saat Tsubaki entah bagaimana memikirkan ide gila yang benar-benar membuatku shock sore itu.
“Pergi, yuk” ajaknya.
“Kemana? Tenagaku sudah habis, nih.”
“Cuma pergi makan aja, kok.”
“Capek banget, nih, inagurasinya tinggal 3 hari lagi jadi hari ini aku all out, sekarang udah di batas hidup sama mati.” kataku berlebihan.
“Kalau misalnya aku bilang kalau Hiro sama Sora juga pergi, kamu tetap akan menolak?”
Aku berpikir beberapa saat sebelum menjawab, “…….. ya udah, aku juga ikut, deh, cuma makan aja, kan?”
“Oke, deal, ya? Ayo, hari ini naik motor aja, ya, mumpung Hiro juga bawa, kamu sama Sora nanti biar aku yang sama Hiro.” kata Tsubaki sambil menarikku ke arah parkiran motor.
“Eh? Nggak usah!” kataku sambil terus berusaha untuk lepas tapi pada akhirnya kalah juga.
“Sorry, lama nunggu, ya?” tanya Tsubaki pada dua orang di depanku yang sudah siap duduk di atas motor masing-masing, Sora yang menjawab pertanyaan Tsubaki.
“Nggak juga, cuma 5 menit, eh, Tsubaki kamu…” omongan Sora terpotong karena Tsubaki sudah pergi duluan untuk duduk di jok belakang Hiro.
“Ayo Riko, cepat naik! Supaya bisa cepat pulang terus tidur.” kata Tsubaki sambil berkedip padaku.
Aku dan Sora hanya bisa diam saat itu, sampai benar-benar sadar apa yang sudah dilakukan Tsubaki dan Hiro dan Tsubaki sudah tidak ada, Sora lalu memakai helmnya dan menepuk jok belakang motornya.
“Naik sini.” katanya lalu menyerahkan helmnya yang lain padaku.
“Pegangan yang kencang, ya, kita akan menyusul dua orang itu.” lalu motor Sora mulai melaju kencang untuk mengejar Hiro dan Tsubaki.
Kami berhasil menyusul mereka di lampu merah dekat kampus, Sora lalu memposisikan motornya di sebelah motor Hiro.
“Jahat, ya, kita masih siap-siap kalian langsung kabur, padahal Tsubaki yang mengajak.” kata Sora.
“Habis kalian lama banget, udah lapar level dewa kalian malah lambat, gimana, sih.” keluh Tsubaki.
“Ah, udah hijau, tuh lampunya, kebut lagi Sora!” teriakku dari belakang dan tanpa di perintah dua kali Sora sudah menjalankan motornya sampai jauh dari motor Hiro.
***
Aku dan Sora yang sampai lebih dulu di sebuah restoran fast food, mencari tempat duduk dan menemukan sebuah meja untuk empat orang di bagian pojok dan duduk disitu sambil menunggu Hiro dan Tsubaki, aku duduk di kursi yang rapat ke tembok dan Sora duduk di sebelahku, selama beberapa saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri sampai Sora membuyarkannya.
“Riko, ini cuma perasaanku saja atau kamu memang sudah tidak pernah membahas soal Hiro lagi? Setiap lagi bareng kayak sekarang, di SMS atau social media kamu nggak pernah bahas dia lagi.” kata Sora.
Mati aku, mesti bilang apa? Nggak mungkin, kan aku bilang kalau aku sudah nggak pernah tanya soal Hiro lagi karena aku sekarang suka sama Sora?
“Ngg… gimana, ya? Kalau boleh jujur, sih, aku sebetulnya sudah nggak suka lagi sama Hiro, mungkin perasaanku untuk Hiro itu cuma rasa kagum saja.” kataku tanpa bisa melihat langsung ke Sora.
“Eh? Serius? Jadi sekarang kamu sukanya sama siapa?” tanya Sora.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan itu Hiro dan Tsubaki datang, aku langsung menariknya untuk pergi memesan makanan, tentu saja setelah bertanya apa yang diinginkan kedua orang itu.
“Makasih, Tsubaki.” kataku.
“Eh? Buat apa?” tanya Tsubaki dengan ekspresi tidak mengerti.
“Tadi aku bilang sama Sora kalau aku sudah tidak suka lagi sama Hiro, pas dia bertanya siapa orangnya kamu dan Hiro datang, makasih banget, ya.”
“Untunglah, kalau terlambat datang satu menit saja bisa di skak mat kamu disitu.” kata Tsubaki, lalu kami meneruskan mengobrol sampai antrian di depan kami habis.
“Maaf, nunggu, nih habisin.” kata Tsubaki sambil menaruh makanan di meja kami.
Sambil makan kami bercerita tentang apa saja, jurusan kami, persiapan inagurasi, bahkan soal status hati kami saat ini.
“Eh, Hiro kemarin kamu nembak Akane, kan? Gimana?” tanya Sora.
“Diterima dong! Padahal dulu sebelum persiapan inagurasi katanya dia nggak bisa.” jawab Hiro.
“Eh? Gimana, nih, Riko? Hiro-mu di ambil, tuh.” kata Sora sambil menyikut lenganku.
“Apaan, sih Sora! Kan tadi aku udah bilang kalau itu cuma kagum saja. Iya, kan, Hiro?” kataku sambil mencoba mencari pembelaan.
Yup, Hiro tahu kalau aku “tadinya” suka sama dia, pada dasarnya semua temanku di jurusan tahu soal itu, sekarang sih cuma dijadikan bahan lelucon saja.
“Iya, dia udah move on, ke seseorang yang lebih dekat sama dia.” timpal Tsubaki.
“Ya…ya… bully saja aku terus-terusan, aku ngambek, lho.” kataku, lalu kami semua tertawa.
Sebelum pulang, kami mengambil beberapa foto kami berempat dan sepertinya iblis di dalam Tsubaki hari ini sedang sangat aktif, lagi-lagi dia mengajukan ide gila.
“Eh, foto berdua-berdua, yuk, kan lumayan nanti kita dikira habis double date.” katanya sambil memegang HP-ku yang paling terzalimi malam itu karena mengambil terlalu banyak foto.
Aku memotret Hiro dan Tsubaki beberapa kali, aku lihat Sora sudah mulai bosan dan Tsubaki juga sepertinya melihat ekspresi bosan itu, dia lalu mengambil HP-ku.
“Sekarang giliran kalian, awas kalau nggak kelihatan kayak lagi nge-date.”
Setelah Tsubaki puas mengambil foto, kami pulang masih dengan formasi yang sama dengan saat pergi.
“Rumah kalian berdua searah, kan? Aku sama Hiro mau mampir sebentar ke suatu tempat, Sora kamu harus antar dia sampai rumah, ya, kalau perlu sampai kamarnya sekalian.” kata Tsubaki seperti seorang mandor yang memerintah buruhnya, setelah naik ke motor kami berpisah karena mengambil jalan yang berbeda.
“Tsubaki hari ini aktif banget, ya. Kenapa, sih?” tanya Sora setelah motornya sudah melaju agak jauh.
“Entahlah, obatnya habis kali.” jawabku dan kami tertawa.
“Oh, iya, tadi kepotong, kamu belum jawab pertanyaanku, siapa orang yang kamu suka sekarang?”
Lagi-lagi pertanyaan ini, entah bagaimana aku harus menjawabnya.
“Coba tebak, kan nggak seru kalau langsung kusebut.”
“Ngg… anak fakultas kita, kan yang jelas? Jurusannya?”
“Pikir dong!” kataku menantang, selama beberapa saat kami diam, Sora memikirkan siapa orang yang kusukai, aku memikirkan apa yang harus kulakukan kalau dia sampai tahu, tapi aku sangat ingin melihat reaksinya.
“Hei, kalau kubilang orang yang kusuka itu Sora, kira-kira bagaimana?” tanyaku.
“Eh? Aku? Entahlah, aku nggak tahu, kalau ada seseorang di kelas yang sama suka sama aku, aku nggak tahu mesti gimana, tapi kalau aku juga menyukai orang itu pasti akan kuterima, aku tidak mungkin bohong pada diriku sendiri.” jawabnya.
“Apa ada anak di kelas kita yang kamu suka?”
“Kalau boleh jujur, sih. Iya, ada, dan orang itu bukan Tsubaki.”
“Eh? Siapa? Kasih tahu dong!” tuntutku.
“Pikir, dong. Nggak seru kalau langsung kusebut.” balas Sora sambil tertawa.
“Ih, ambil kata-kataku lagi, apaan, sih, bego!” kataku sambil bercanda memukul pundak Sora.
Setelah itu kami bercanda sepanjang jalan, hal itu tidak dibahas lagi, tanpa disadari kami sudah sampai di depan rumahku.
“Sudah sampai, nih, bayar!” kata Sora sambil menjulurkan tangannya.
“Apaan, emangnya kamu tukang ojek? Nih ambil balik helmmu.” kataku sambil mengembalikan helm Sora dan berjalan masuk ke rumah, lalu aku berbalik.
“Makasih buat hari ini, aku senang banget, lho. Lain kali kita pergi lagi, ya.” …kalau bisa berdua saja. Aku sangat ingin mengatakannya tapi aku tidak bisa.
“Sama-sama, aku juga senang, kok.” balasnya “…apalagi bisa menguras habis isi dompet Hiro, aku senang sekali.” lanjutnya lalu kami tertawa lagi.
Okay, then, see you tomorrow, be careful on your way home, good night.” kataku.
You too, have a nice dream.” balasnya lalu Sora kembali memakai helmnya dan mulai melaju meninggalkan rumahku, aku menunggu sampai dia hilang di sebuah belokan baru aku masuk kedalam rumah.

No comments:

Post a Comment