Sejak hari pertama libur selain rutinitas yang biasa
dari pagi sampai sore aku bekerja di toko tante Miku, mulai mengumpulkan uang
lagi untuk kado kedua bocah itu tahun depan, setiap tahun sepanjang libur
seperti itu kecuali pada tanggal 9 sampai 11 aku libur, setiap tanggal 9
Agustus toko memang diliburkan oleh tante Miku untuk merayakan ulang tahun
kedua bocah itu sedangkan tanggal 11 Agustus aku selalu libur untuk persiapan
pergi ke festival, biarpun aku memaksa untuk bekerja biar hanya setengah hari
tapi tante Miku tidak pernah mengizinkan, jadilah aku libur seharian padahal
festivalnya di mulai pada malam hari, tanggal 10? Ada alasan tersendiri untuk
libur di hari itu.
Tanggal 9 tahun ini aku datang ke rumah mereka
pagi-pagi, membantu persiapan acara ulang tahun mereka dan juga untuk menjadi
orang pertama yang member mereka kado selain ibu mereka seperti tahun-tahun
sebelumnya, sore hari orang-orang mulai berdatangan, teman-teman mereka,
keluarga dan kerabat mereka dan beberapa tetangga datang untuk merayakan ulang
tahun kedua adikku itu, saat hari sudah malam dan para tamu sudah pulang aku
membantu membereskan rumah, saat aku sudah mau pulang Sora menahanku untuk
tinggal bertanding main game sampai pagi seperti tahun-tahun sebelumnya,
padahal sekarang kami sudah kelas 2 SMA, tapi entah kenapa aku tidak pernah
menolak ajakan ini makanya setiap tahun aku selalu menginap di rumah mereka
hanya untuk menemani Sora main game, meski arti nama Yoru adalah “malam” tapi
dia tidak pernah kuat begadang, jam 11 sudah paling lama, jadi setiap tahun
cuma aku yang menemani Sora main game, kami biasanya baru tidur jam 4 tidak
jarang juga tidak tidur sama sekali, karena alasan inilah tante Miku memberiku
hari libur di tanggal 10 untuk istirahat setelah menemani anak bungsunya main
game semalaman.
Tanggal 11 sore aku mulai bersiap-siap, menyeterika
yukata yang akan kupakai, mengatur model rambut dan memakai yukata, semua itu
harus kulakukan sendiri karena aku tidak punya ibu yang bisa membantuku
melakukan semua itu, sampai kelas 1 SMP tante Miku masih membantu memakaikan
yukata tapi setelah itu aku minta diajarkan untuk memakainya sendiri, meskipun
nggak rela tante Miku akhirnya mengajariku. Aku tidak pernah pusing soal
make-up karena aku tidak begitu suka menggunakannya paling hanya sedikit sentuan
lip balm dan cologne, tepat jam 5:30 Sora datang menjemput, aku pamit kepada
ayah lalu pergi.
Aku berjalan di belakang Sora karena pakaian hari ini
membuatku sulit untuk bergerak jadi aku harus berjalan dengan hati-hati,
kupikir Sora sudah tidak sabar untuk sampai ke sana makanya dia memegang
tanganku lalu akan menarikku ikut berlari dengannya tapi ternyata aku salah,
dia justru menyamakan langkahnya denganku.
“Kan nggak lucu kalau kamu menginjak ujung yukatamu
terus kamu jatuh.” katanya, kemudian aku teringat kejadian saat kami masih
kelas 4 SD dulu, aku menginjak ujung yukataku dan menjatuhkan es krim yang ada
di tanganku, membuat yukataku kotor dan tanganku lecet, belum lagi di lihat
banyak orang, memalukan.
“Nggak bakal, kok, lagian itu, kan kejadian dulu waktu
kita masih kecil.” protesku “Lagian Sora juga pernah berbuat konyol, kan? Waktu
kelas 6 dulu memanjat pohon untuk mengambil bola yang tersangkut tapi akhirnya
malah menangis karena tidak bisa turun.” giliranku balik mengejek Sora,
sepanjang jalan sampai lokasi festival kami saling ledek, menertawakan satu
sama lain dan seterusnya dan seterusnya, begitu sampai aku merasakan genggaman
tangannya semakin erat, ini juga di sebabkan karena kejadian waktu kami masih
kecil dulu, waktu masih kelas 2 SD di festival yang sama aku melepaskan
genggaman tangan Sora karena melihat sebuah stand
yang menjual macam-macam mainan, saking asyiknya melihat mainan itu aku tidak
sadar aku tersesat, aku menangis kencang, orang-orang jadi bingung lalu Sora
datang, dia berlari mengelilingi tempat ini untuk mencariku, setelah dia
menemukanku dan membuatku berhenti menangis sambil bergandengan tangan kami
kembali ke tempat dimana ayah, tante Miku dan Yoru menunggu.
“Dengar, ya Nagare, apapun yang membuatmu tertarik di
tengah banyak orang seperti ini jangan lepaskan tanganmu dari tanganku, kamu
bisa tersesat, bahkan hilang dan tidak bisa pulang ke tempat ayah lagi, kamu
mau?” tanya Sora malam itu saat kami berjalan menuju tempat ayah, aku hanya
bisa menggeleng.
“Tapi aku juga salah sudah melepaskan tanganmu, aku
janji nggak akan pernah melepaskannya lagi.” dan Sora masih ingat janji itu
sampai sekarang.
Mungkin tanpa kusadari sebenarnya perasaanku untuk
Sora sudah ada sejak berbagai kejadian yang kami alami berdua saja, tapi aku
tidak pernah menyadari itu sampai saat ini.
Masih ada waktu beberapa menit, aku menarik Sora untuk
membeli gulali yang di jual di sebuah gerobak yang ramai oleh pengunjung,
setelah mendapatkan gulaliku lagi-lagi Sora menggenggam tanganku tapi kali ini
dia langsung mengajakku berlari.
“Udah hampir mulai, berdoalah tahun ini belum ada
orang yang menemukan tempat itu.” katanya.
Kalau Yoru pernah membawaku ke tempat yang menurutnya
tempat terbaik untuk melihat kembang api, dia salah. Tempat yang akan kudatangi
bersama Sora saat inilah tempat terbaik, suatu tempat yang terletak lebih
tinggi dari lokasi festival, membuatnya menjadi tempat yang pas untuk melihat
kembang api, hanya aku dan Sora yang tahu soal keberadaan tempat itu, tempat
yang kami temukan saat iseng menjelajahi wilayah ini beberapa tahun lalu, satu
dari sedikit rahasia yang kubagi berdua saja dengan Sora.
“Tahun ini juga kosong, ya, lihat bahkan gelas yang
kutinggalkan tahun lalu masih ada!” teriaknya semangat, tepat saat kami duduk
kembang api pertama diluncurkan, disusul kembang api lainnya dengan berbagai
macam warna dan bentuk, menyadari saat ini hanya ada aku dan Sora jantungku
sepertinya jadi tidak mau kalah dengan suara kembang api, sangat berisik belum
lagi sejak tadi Sora sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya.
“Enak, ya kalau tahun depan bisa pergi ke sini lagi,
berdua aja biar nggak ada yang rewel mau tidur, hahaha...” kata Sora santai
tapi aku mengartikannya lain, mungkinkah
Sora juga...
Dengan pemikiran itu aku mengumpulkan semua keberanian
yang kupunya karena aku yakin ini waktu yang tepat.
“Sora?” aku memanggilnya untuk mendapat perhatiannya/
“Apa? Masih mau gulali? Atau permen apel? Nanti aja
kalau udah turun.” katanya sambil tersenyum, biasanya dia akan mengacak
rambutku seperti yang dia dan Yoru lakukan di hari lain tapi dia tahu kalau dia
mengacaukan rambutku di hari festival artinya dia meminta hukuman terburuk yang
bisa kuberikan.
“Bukan itu, ada hal lain yang mau aku omongin.”
kataku.
“Go on, I’m
listening.” katanya masih dengan senyum yang sama, senyum yang hanya dia
perlihatkan saat kami hanya berdua saja.
“Kamu pernah bilang kalau kamu nggak mau jadian sama
orang yang nggak kamu suka, emangnya sekarang ada orang yang kamu suka?”
tanyaku langsung.
“Lho? Kenapa mendadak nanya ginian, sih? Jadi malu
aku.” katanya sambil menggaruk belakang kepalanya.
“Jawab aja.” desakku.
“Iya, ada, udah lama banget aku suka sama orang itu.”
akunya malu-malu.
“Oh, ya? Terus? Kamu tahu perasaan orang itu ke kamu?”
aku bertanya lagi, aku mulai takut kalau orang yang disukainya ternyata bukan
aku dan ada orang lain yang pernah melihat sisi lain Sora yang kupikir hanya
aku yang tahu.
“Entahlah, setiap bersamaku dia biasa-biasa saja, aku
jadi takut kalau dia nggak ngerasain apa-apa ke aku.” katanya lagi.
“Sora aku mau bilang sesuatu sama kamu, tapi please kamu jangan marah atau benci
padaku.” kataku hampir menangis.
“Apaan, sih? Kok jadi serius gini, lagian aku nggak
akan pernah marah apalagi benci sama kamu.” katanya sambil menyisipkan rambutku
ke belakang telinga.
“Sora, aku... suka, bahkan mungkin sayang sama Sora
nggak tahu sejak kapan tapi entah sejak kapan perasaan ini ada dan saat sadar
perasaan ini sudah memenuhi hatiku dan bisa tumpah kapan saja...” kataku sambil
menunduk tidak bisa melihat muka Sora, beberapa detik tidak ada jawaban, aku
memberanikan diri untuk menatapnya, muka Sora merah dan sepertinya dia sangat
kaget, entah apa yang akan dia katakan setelah ini.
“Itu... serius?” hanya itu yang bisa dia ucapkan tapi
kemudian dia berteriak kegirangan sampai-sampai aku yakin orang-orang di bawah
sana bisa mendengarnya lalu Sora memelukku.
“Sial, seandainya aku tahu kalau perasaan kita sama
aku pasti sudah nembak kamu dari dulu dan mencegah Yoru buat nembak kamu.”
katanya sambil tetap memelukku.
“Hei, tahun depan dan tahun depannya dan seterusnya
kita akan selalu bersama, kan? Kamu nggak akan pergi kemana-mana, kan?” tanya
Sora.
“Ya, aku akan terus ada di dekatmu, kok, rumah kita
sebelahan, kita juga bisa masuk ke universitas yang sama nanti, lalu saat kita
dewasa nanti, kita akan tinggal bersama, selamanya.” kataku, air mataku sudah
tidak bisa ditahan lagi, terus mengalir deras seperti beberapa tahun yang lalu
saat Sora menemukanku di antara banyaknya orang di bawah sana, bedanya kali ini
adalah air mata kebahagian.
“Maaf, sudah membuatmu menunggu, Sora.” kataku setelah
menghapus semua air mataku.
“No problem, it’s
worth the wait anyway.” katanya sambil tersenyum.
Di bawah langit malam ini, aku dan Sora menemukan
sesuatu yang jauh lebih keren dari tempat VIP untuk melihat kembang api, kami
menemukan potongan yang hilang dari hati kami.
- END -