Sampai hari terakhir semester ini, aku menjalani
rutinitasku seperti biasa, mengurus rumah dan ayah, membangunkan dua orang itu
dan pergi ke sekolah yang sudah berisik dengan berbagai rencana untuk libur
musim panas.
Saat jam istirahat aku dan Tsubasa juga sama dengan
yang lain sibuk membuat list apa saja yang akan kami lakukan sampai Sora
menghentikan kami.
“Nagare, Yoru nunggu kamu di tempat biasa.” katanya
lalu kembali ke apa yang dia lakukan sebelumnya, Tsubasa yang belum tahu
apa-apa menatapku bingung, aku hanya bisa tersenyum, aku harus memberitahu
Tsubasa soal ini secepatnya, pikirku.
“Sampaikan perasaanmu dengan benar, jangan menangis,
good luck.” kata Sora sambil tersenyum dan mengacungkan jempol dari mejanya
saat aku baru tiga langkah meninggalkan kursiku.
“Makasih, aku pergi dulu, ya.” lalu aku berjalan ke
tempat Yoru menungguku.
Aku melihat Yoru berdiri tepat di tempat yang sama saat
dia menungguku waktu dia menyatakan perasaannya beberapa hari yang lalu.
“Maaf, nunggu lama, ya?” tanyaku.
“Nggak, kok aku juga baru sampai. Jadi? Aku udah bisa
dapat jawabanku?” tanyanya langsung ke inti pembicaraan.
Aku diam, masih tidak tahu harus bilang apa, kemudian
aku teringat pesan Sora tadi saat aku akan kesini.
“Maaf, ternyata aku memang....” sebelum aku sempat
melanjutkan Yoru memotongku.
“Nagare akhir-akhir ini terlalu sering minta maaf,
lagian aku tahu banget kamu sekarang belum benar-benar bisa bicara, kan? Matamu
melirik ke kiri dan kanan terus, kebiasaanmu kalau lagi gugup,” katanya sambil
mengacak-acak rambutku, “duduk dulu, deh, baru kita ngobrol.” lalu kami berdua
duduk di sebuah bangku panjang yang berada tidak jauh dari tempat kami berdiri
tadi.
“Udah tenang?” tanya Yoru setelah lima menit panjang
tanpa suara.
“Iya, makasih ya, tapi maaf, ternyata aku memang hanya
melihat Yoru sebagai adikku saja, tidak lebih, maaf...” hanya itu yang bisa
keluar dari mulutku.
“Begitu, ya. Jadi Sora, ya orangnya.” kata Yoru sambil
menghela nafas panjang.
Eh? Tunggu, dari mana dia tahu?
“Malam itu, di hari yang sama saat aku menyatakan
perasaanku, waktu kamu pulang sama Sora entah dari mana aku melihatmu menangis sambil menatap ke
rumah kami, di situ aku menyadari kalau kamu sangat menyukai Sora dan tidak mau
merusak apa yang kita miliki dengan menahan perasaanmu sendiri, sedangkan aku
malah membuatmu bingung dan merusak apa yang ada, harusnya aku yang minta
maaf.” kali ini Yoru hanya menepuk kepalaku, dia tidak mengacak-acak rambutku
seperti yang dia atau Sora biasa lakukan.
“Pada akhirnya, aku tidak pernah membuatmu senang, ya?
Akan kukatakan selagi bisa, pergilah ke adikku itu, dia seorang idiot tapi dia
pasti akan membuatmu senang.” lalu aku mengingkari janjiku pada Sora, aku
menangis.
Sama seperti dulu saat Sora yang selalu mengajakku yang
sedang menangis pulang dari taman sambil berpegangan tangan, Yoru akan
memelukku saat aku menangis karena mimpi buruk atau hewan peliharaanku mati,
tapi aku yakin ini akan jadi pelukan terakhir yang kuterima dari Yoru, aku bisa
merasakan seluruh perasaannya untukku dari tubuhnya, air mataku terus mengalir
tanpa henti, setelah itu dia mengantarku kembali ke kelasku.
“Maaf, ya Yoru, terus... terima kasih, aku pasti akan
menyatakan perasaanku pada Sora dengan benar dan berani sepertimu. Eh,
rahasiakan dari Sora kalau tadi aku menangis, ya.” kataku sambil tersenyum saat
kami sampai di depan kelasku.
“Ah... kamu lebih memilih Sora dari pada aku. kamu mematahkan
hatiku, kak, aku jadi sedih, nih.” kata Yoru dengan akting yang berlebihan, aku
hanya bisa tertawa melihatnya.
“Berjuanglah, kamu kakak kami, kan? Harus bisa
melakukan hal seperti ini dengan mudah.” katanya sambil berjalan kembali ke
kelasnya.
“Oh, iya, jangan sampai kamu lupa kado ulang tahunku
karena terlalu senang, ya.” teriak Yoru dari depan kelasnya
“Tenang, udah siap, kok.” kataku balas berteriak,
sambil tersenyum.
Begitu kembali ke kelas aku langsung kembali duduk di
kursiku sambil menunggu bel berbunyi, lalu aku sadar kursi di sebelahku kosong.
“Lho, Sora mana?” tanyaku kepada Tsubasa yang duduk di
depanku.
“Hm? Kayaknya tadi dia bilang mau beli minum atau
apalah katanya.” kata Tsubasa cuek.
Menyadari ini waktu yang tepat karena Sora tidak ada
aku menceritakan semua yang terjadi selama beberapa hari terakhir pada Tsubasa.
“Lho? Jelas, kan? Nagare baru pertama kali merasakannya
tapi memang sudah seharusnya begitu. Bukan cinta namanya kalau nggak melibatkan
perasaan, saingan, perjuangan dan sakit hati.” kata Tsubasa sambil mengeluarkan
barang-barang dari laci mejanya.
“Oh, iya, kudengar tahun ini anak-anak ekskul baseball
mau pergi bareng pas festival nanti, jadi tahun ini kamu bisa pergi berdua aja
sama Sora.” belum sempat aku merespon ide gila itu Sora sudah kembali, otomatis
pembicaraan ini tidak bisa dilanjutkan, Tsubasa memberi kode lewat matanya, aku
hanya bisa mengalah.
“Gimana tadi? Sukses?” tanya Sora bahkan sebelum dia
duduk di kursinya, Tsubasa lagi-lagi memberi kode, sekarang atau tidak sama sekali, pikirku.
“Begitulah. Eh, Sora tahun ini katanya anak-anak baseball
bakal pergi bareng pas festival nanti, jadi tahun ini kita berdua aja, nggak
apa-apa, kan?” tanyaku, Tsubasa melotot galak dari mejanya, hanya ini yang bisa kupikirkan sekarang,
kataku lewat gerakan tangan.
“Oke, tapi ingat, ada hal yang jauh lebih penting dari
itu sebelum festival.” kata Sora.
“Iya, iya... nggak kamu, nggak Yoru sama aja.” kataku
sambil menghela nafas, lalu guru jam pelajaran terakhir masuk, setelah itu kami
semua buru-buru pulang ke rumah masing-masing, tidak sabar ingin menikmati libur
musim panas, tapi ada hal yang lebih membuatku semangat, aku akan pergi ke
festival berdua saja dengan Sora.
No comments:
Post a Comment