piip…piip...piip...
Pagi itu, seperti biasa alarmku memaksaku untuk
meninggalkan dunia mimpi dan kasurku untuk menjalani aktivitas hari itu, dimulai
dari mengerjakan tugas mengurus rumah dan ayahku karena aku tidak memiliki
seorang ibu untuk mengerjakan hal-hal seperti itu, ibuku meninggal dalam sebuah
kecelakaan pesawat saat aku berumur 2 tahun apalagi aku anak tunggal makanya
sejak kecil aku sudah terlatih untuk melakukan semua itu.
Selain mengurus ayah, rumah dan diriku sendiri ada
satu kegiatan lain yang selalu kulakukan setiap hari sejak aku mulai masuk
sekolah, yaitu membangunkan kedua sahabatku Yoru dan Sora yang tinggal tepat di
sebuah rumahku.
Rumah mereka adalah sebuah toko roti, saat tidak
sempat untuk memasak apa-apa biasanya aku akan membeli sesuatu di sini biarpun
biasanya ibu mereka akan memasak sesuatu untuk bagianku dan ayah juga aku
merasa tidak enak, padahal dia bilang dia merasa seperti punya seorang anak
perempuan apalagi ayah mereka juga sudah meninggal di kecelakaan yang sama
dengan ibuku.
Begitu membuka pintu Tante Miku muncul dengan senampan
penuh roti yang baru selesai di panggang dan menyapaku seperti hari-hari
sebelumnya.
“Pagi Nagare, hari ini juga tolong, ya.” katanya
sambil tersenyum.
“Siap!” aku lalu langsung lari menaiki tangga dan
memasuki kamar Yoru dan Sora.
“Bangun! Nanti terlambat, lho! Aku lagi malas di hukum,
nih!” teriakku begitu menginjakkan kaki di kamar yang mereka pakai berdua itu,
praktis, sih seandainya saja Sora mau bangun hanya dengan satu teriakan saja,
tapi sayangnya setiap hari aku harus memikirkan berjuta cara untuk
membangunkannya.
Aku melemparkan handuk yang ada di gantungan kepada
Yoru kemudian melanjutkan usahaku untuk membangunkan Sora, menarik selimut,
menggelitiki bahkan berteriak keras-keras ke kupingnya sebelum akhirnya dia
benar-benar bangun, begitu Yoru kembali aku melemparkan handuk lain ke Sora
lalu turun ke bawah untuk menunggu mereka.
7:35...
masih ada 25 menit lagi, semoga saja masih sempat... saat aku
baru saja memikirkan hukuman apa yang akan kuterima kali ini untuk terlambat
entah keberapa kalinya, seseorang sudah menarikku.
“Aku menang! Hari ini aku yang pergi sama Nagare! Nih
ambil!” teriak Sora sambil melemparkan helmku yang entah sejak kapan sudah ada
di tangannya dan menyuruhku untuk duduk di jok belakang motornya.
“Pegangan yang bener, aku nggak mau tahu kalau pas aku
sampe di sekolah kamu udah nggak ada di belakangku.” kata Sora, setelah
memastikan semua sudah aman terkendali motor Sora lalu melaju kencang menuju
sekolah kami.
Setiap hari aku berdoa supaya semuanya terus seperti
ini, tapi sepertinya doaku tidak terkabul.
No comments:
Post a Comment