“Maaf, ya manggil kamu keluar malam-malam begini.”
kataku sambil menunduk.
“Nggak biasanya kayak gini, kenapa? Kalau ada perlu
datang aja ke rumah, kan biasanya juga gitu.” kata Sora, saat itu aku sedang
duduk di ayunan yang ada di sebuah taman bermain yang terletak tidak jauh dari
rumah kami dan Sora berdiri di depanku.
“Nggak apa-apa, aku cuma lagi nggak mau ketemu Yoru.”
kataku yang hanya bisa menunduk menatap sendalku.
“Kalau ngeliat kondisi kamu yang kayak gini berarti Yoru
udah bilang ya.”
“Eh? Maksudnya? Jadi kamu udah tahu kalau hari ini
Yoru mau nembak aku?” kataku yang langsung mengangkat kepalaku dan menatap
tidak percaya kepada Sora.
“Iyalah, aku yang bantu susun kata-katanya, lho.” kata
Sora sambil tersenyum lebar, bangga.
“Terus? Gimana? Kamu terima? Eh tapi kayaknya kamu
belum kasih jawaban, ya.”
“Aku nggak tahu, habisnya kamu sama Yoru udah kuanggap
adikku, kalau tiba-tiba begini aku...”
“Kamu pernah suruh aku jadian sama orang yang sama
sekali nggak aku kenal supaya aku bisa kenal orang itu dan sekarang ada orang
yang kenal kamu luar dan dalam yang bilang suka sama kamu tapi kamu nggak mau,
gimana, sih?” kata Sora yang entah sejak kapan sudah jongkok di depanku dan
mensejajarkan pandangan matanya dengan mataku, aku sangat ingin mengalihkan
pandanganku tapi kalau aku melakukannya dia akan curiga.
“Aku... suka sama orang lain, makanya aku nggak bisa
terima Yoru, cepat atau lambat aku akan menolaknya.” kataku sambil kembali
menunduk untuk menyembunyikan mukaku yang sekarang pasti sangat merah, aku
mengangkat wajahku untuk melihat Sora yang tidak mengatakan apa-apa dia hanya
berkedip, sekali... dua kali... lalu,
“HEH? Serius? Aku baru dengar, siapa? Anak sekolah
kita? Kelas berapa? Ayo bilang!” tanya Sora tanpa henti, aku merasakan mukaku
semakin panas dan jantungku berdetak sangat kencang, bagaimana aku harus
menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Mana mungkin aku bilang sama Sora kalau
orang yang kumaksud adalah dia?
“Aku nggak mau bilang, udah, ah, udah malam pulang,
yuk nanti ayah mencariku.” kataku sambil berdiri dan mulai berjalan
meninggalkan taman.
Menyadari Sora masih diam di tempatnya aku menariknya
untuk berdiri, “Ayo, Sora.” lalu dia berdiri dan mengikut di belakangku,
sepanjang perjalanan pulang kami berdua diam sama seperti waktu kecil dulu, aku
yang selalu diganggu akan menangis dan Sora akan memarahi anak-anak yang
membuatku menangis dan dia akan mengajakku pulang sambil berpegangan tangan
dalam diam seperti ini, tanpa sadar kami sudah sampai, sebelum Sora masuk ke
rumahnya aku memanggilnya.
“Makasih mau mendengarkanku malam-malam begini Sora.”
kataku.
“Nggak apa-apa, aku adikmu, kan? Aku siap
mendengarkanmu kapan saja.” lalu dia masuk ke rumahnya, sedangkan aku? Aku
masih di depan pagar rumahku, menangis.
Maaf, ya Sora, kali ini aku tidak bisa mengatakannya
tapi suatu saat nanti aku pasti akan mengungkapkan perasaan ini padamu dengan
benar di saat yang tepat.
Aku tidak tahu kalau saat itu ada seseorang yang
melihatku menangis.
No comments:
Post a Comment